Jakarta,(detiknews.tv) – Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Posko Palembang hari ini berangkat menuju Kalimantan Barat, sehingga target penyemaian dilaksanakan di dua lokasi berjauhan, wilayah Sumatera Selatan dan Kalbar.
“Posko Palembang baru dibuka hari ini dan kami menerima arahan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) agar terbang ke Kalbar karena fluktuasi hotspot di Kalbar yang meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir. Potensi awan mendukung juga, jadi kami ekstra kerja keras melaksanakan penyemaian di Sumsel dan Kalbar, ujar Sutrisno, Pelaksana Harian Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT), usai pembukaan pelaksanaan TMC di Palembang, Rabu (12/8/2020).
Posko TMC Sumsel di pusatkan di Lanud Sri Mulyono Herlambang, Palembang. Dalam operasi modifikasi cuaca kali ini, tim TMC menggunakan pesawat CN-295 milik TNI-AU agar dapat menjangkau lebih luas hingga wilayah Provinsi Jambi.
Penerbangan pertama dilaksanakan siang hari sekitar pk 12.45 WIB dengan dengan membawa 2 ton garam (NaCL). Target penyemaian di wilayah Sumsel yaitu di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Komering Ilir di ketinggian 10.000 kaki.
Pesawat CN-295 melanjutkan penerbangan dengan target Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya Kalbar dan melakukan penyemaian di ketinggian 7000-8000 kaki. Selain daya jangkau penerbangan lebih lauh, pesawat tipe ini juga memiliki daya angkut besar, ujar Dwipa W Soehoed, Koordinator Lapangan BBTMC Posko TMC Palembang.
Jelang sore hari, terjadi hujan di dua wilayah tersebut. Di Sumsel, Posko TMC di area Lanud Sri Mulyono Herlambang hujan turun dengan intensitas sedang. Stasiun pemantau BMKG melaporkan di area stasiun klimatologi Palembang intensitas curah hujan 2 mm, sementara di Banyuasin 0,8 mm.
Demikian pula di stasiun pemantau BMKG Kalbar juga telah melaporkan di Metro Maritim Pontianak intensitas curah hujan 1mm, Kabupaten Kayong Utara 10,2 mm dan Putusibau sekitar 0,2 mm.
Operasi TMC Siaga Darurat di Sumatera Selatan dan Jambi baru dibuka hari ini. “Ini operasi TMC kedua di wilayah Sumatera Selatan dan Jambi tahun ini untuk antisipasi puncak musim kemarau Agustus-September agar tidak terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan secara masif yang dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan masyarakat. Upaya preventif ini menjadi penting ditengah pandemi Covid-19 yang terus meningkat,” ujar Sutrisno.
Pembukaan operasi TMC Siaga Darurat Karhula di Sumsel dilaksanakan tatap muka dan virtual yang dibuka oleh Yudi Anantasena, Deputi Kepala BPPT bidang TPSA, dan dihadiri oleh Direktur PKH KLHK, Kepala BPBD Provinsi Sumsel, Kepala BMKG Stasiun Palembang, Kadisop Lanud SMH Sumsel dan Ketua LPPM UNSRI.
Untuk membantu pengamatan cuaca dan kondisi awan di wilayah target, BPPT bekerjasama dengan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) dengan memanfaatkan data radar cuaca Stamet Sultan Mahmud Badaruddin II,Palembang dan Stamet Sutan Thaha, Jambi.
Secara historis, bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahunnya mulai periode transisi akhir musim hujan menuju kemarau, kemudian mengalami puncaknya pada pertengahan musim kemarau, dan berakhir pada awal musim hujan berikutnya. Mulai Mei hingga awal Agustus kondisi hotspot di beberapa provinsi di pulau Sumatera cenderung meningkat dengan total sekitar 57 titik dan 209 titik di pulau Kalimantan disertai kondisi atmosfer yang menuju transisi musim kemarau.
Untuk itu, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprakarsai untuk diterapkannya operasi TMC di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hal ini direspon baik oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan bekerjasama dengan BPPT melalui BBTMC untuk segera memulai penerapan operasi TMC di wilayah Pulau Sumatera, khususnya wilayah Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Untuk kegiatan operasi TMC di wilayah pulau Sumatera telah dimulai sejak tanggal 11 Maret 2020 di provinsi Riau dan tanggal 2 Juni 2020 di provinsi Sumatera Selatan.
TMC merupakan suatu upaya intervensi manusia pada sistem awan untuk mengkondisikan cuaca meningkatkan intensitas curah hujan atau mempercepat proses hujan. TMC dilakukan dengan meniru proses alamiah yang terjadi di dalam awan. Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat ditambahkan langsung ke dalam awan jenis Cumulus (awan hujan) agar proses pengumpulan tetes air di dalam awan segera dimulai. Dengan berlangsungnya pembesaran tetes secara lebih efektif maka proses hujan menjadi lebih cepat dan menghasilkan curah hujan yang lebih banyak.
Bahan semai yang digunakan untuk modifikasi cuaca adalah garam (NaCl) berbentuk powder dengan ukuran butir yang sangat halus (orde mikron). (Sumber/Foto: BBTMC-BPPT)