Projo Bongkar dan Laporkan Dugaan Korupsi Sumsel Rp.1.157 Trilyun ke KPK

Loading

PALEMBANG, (MIK-19) –Belum tuntas penyidikan dugaan korupsi dana hibah pada APBD Sumsel 2013 yang diduga akan menyeret Mantan Gubernur  Sumsel ke hotel prodeo, Pemprov Sumsel kembali diguncang oleh dugaan mega korupsi lainnya yaitu dugaan penyalahgunaan Dana Bagi Hasil  (DBH) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang diduga berpotensi merugikan Negara sekitar Rp. 1.157 Trilyun.

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua DPD Projo Provinsi Sumatera Selatan Feriyandi ,SH  menurutnya Dugaan korupsi ini mencuat karena Pemprov Sumsel pada tahun 2019  kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH-BBN-KB) ke Kabupaten dan Kota tahun 2015, 2016 dan 2017 sebesar Rp. 1,157 Trilyun.

Fery menambahkan Hal itu berdampak pada berkurangnya dana APBD Sumsel 2019 sebesar Rp. 1.157 Trilyun untuk membayar DBH tersebut.

Fery mengakui bahwa DPD Projo Sumsel menyikapi kebijakan yang salah dari Pemprov Sumsel ini dengan melaporkan kembali dugaan korupsi ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan supervisi.

Sebekumnya laporan lain sudah mendapat respon dari pihak Kejaksaan Agung dengan melakukan pemanggilan–pemanggilan kepada orang–orang yang terkait masalah ini.

Tidak tanggung–tanggung 8 (delapan) saksi terkait diperiksa penyidik Kejagung di kantor Kajati Sumsel Jakabaring Palembang pada bulan Agustus 2019.

Saksi yang dipangil yaitu Kepala Bapenda Prov Sumsel Neng Muhaibah, Mantan PLT Kepala Bapenda Marwan Pansuri, Plt Kepala BPKAD Sumsel Muchlis, Mantan Kepala BPKAD Sumsel “LPL Tobing, Mantan Ketua DPRD Sumsel Giri Ramanda Kiemas, Bupati Muba Dody Reza Alex Noerdin, Mantan PLT Sekda Prov Sumsel Joko Imam Sentosa dan Kabiro Hukum Ardani.

Namun hingga sekarang kasus tersebut masih jalan di tempat alias belum ada kabar terbaru dari pihak terkait atas laporan kasus tersebut hingga akhirnya Projo akan melaporkan hal tersebut ke KPK.

“ beberapa bulan ini kami terus memantau atas perkembangan kasus dugaan penyalahgunaan Dana Bagi Hasil  (DBH) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang diduga berpotensi merugikan Negara sekitar Rp. 1.157 Trilyun, namun hingga sekarang belum ada perkembangan jadi kita berharap agar KPK mengambil alih kasus ini “, Jelas Feri.

Dugaan korupsi ini menjadi terang benderang berdasarkan hasil audit BPK RI 2017 yang menyatakan agar Pemprov Sumsel membayar kurang salur DBH Kabupaten/kota pada APBD Sumsel tahun 2018 namun nyatanya perintah ini tidak pernah dijalankan.

Sebelumnya menurut sumber kata Koordinator MAKI Sumsel Fery Kurniawan, di Kejaksaan yang tidak ingin disebutkan namanya, DBH Kabupaten/Kota ini tidak dianggarkan dan digeser ke belanja langsung yaitu belanja hibah.

Ketika hal ini dikonfirmasikan oleh Fery, kepada Mantan Kepala BPKAD Sumsel LPL Tobing didapatkan jawaban yang mengejutkan.

“Saya sejak tahun 2015 sudah mengingatkan kepada Kepala Bappeda yaitu Ibu. Dr. Ekowati Retnaningsih agar menyetujui usulan BPKAD untuk membayar DBH, namun tidak juga dianggarkan oleh ibu Eko”, ujar Tobing.

“Entah apa alasannya saya tidak tahu”, ujar Tobing kembali.

Tobing mantan kepala BPKAD Sumsel ketika menjalani persidangan di pengadilan Tipikor Palembang

“Kemudian pada tahun 2016 saya mengingatkan kembali kepada Ibu Ekowati agar menganggarkan pembayaran dana bagi hasil tersebut, namun lagi–lagi dinolkan oleh Ibu Ekowati dan kemudian saya bicarakan dengan Sekda saat itu yaitu Pak Mukti namun hasilnya tetap sama, pembayaran tunggakan DBH dinolkan atau tidak dibayarkan”, ujar tobing selanjutnya.

“April 2017 saya ditahan oleh Kejaksaan Agung dan akibatnya saya tidak mengikuti lagi perkembangan APBD Sumsel 2018”, ujar Tobing.

“Namun di akhir tahun 2017 saya didatangi oleh Ketua DPRD saat itu dan dia menyatakan hutang DBH akan dibayarkan tahun 2019”, ujar Tobing kembali.

“Alangkahnya PDnya (percaya diri) orang ini seakan bakal terpilih menjadi wakil Gubernur dan saya berpikir diperuntukkan kemana dana DBH itu, namun karena saya ditahan maka saya tidak tahu info selanjutnya”, ucap Fery menirukan ucapan Tobing.

“Setelah ada surat pemanggilan saya sebagai saksi baru saya ketahui kalau di 2018 tidak ada ‘pembayaran hutang’ DBH dan ini sangat berpotensi menjadi masalah karena penggunaan dana DBH ini mengakibatkan melanggar aturan”, ujar Tobing.

“Kalau dirunut dari awal maka proyeksi anggaran pendapatan dari Bapenda tidak pernah terpenuhi dari 2015 sampai 2017 sepengetahuan saya”, ujar Laonma Tobing, lanjut Feri nenirukan.

“Kemudian Kepala Bappeda Sumsel selalu mencoret usulan dari BPKAD untuk ‘pembayaran hutang’ DBH dan juga Sekertaris Daerah kurang respon terhadap usulan BPKAD”,  ujar Tobing kepada Fery.

“Kurang responnya Sekda, dari periode Sekda 2015 sampai dengan  Sekda 2017, 2017 saya sudah dalam tahanan Kejaksaan dan untuk penyusunan APBD 2018 di 2017 saya sudah tidak lagi ikut serta”, ujar Tobing kembali.

“Dimana Sekdanya pun sudah berganti dengan yang saat ini termasuk Kepala  BPKAD yang menggantikan saya namun Kepala Bappeda tetap yang dahulu yaitu ibu Ekowati”, ujar Tobing di akhir pembicaraan.

Menjadi tanda tanya besar bagi kalangan aktivis anti korupsi, diperuntukkan kemana dana pembayaran DBH tersebut pada tahun 2018 dan kenapa 3 (tiga) pejabat Sekda yaitu periode 2015 sampai 2018 tidak memerintahkan Kepala Bappeda untuk membayar DBH kepada Kabupaten/Kota dan peran Gubernur Sumatera Selatan selaku Kepala Daerah.

Ketika dimintai pendapatnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) H. Boyamin Saiman berucap, “Peristiwa besar apa pada tahun 2018 di Sumatera Selatan yaitu Pilgub Sumsel kan”, ujar Boyamin Saiman. “Dan lihat peruntukanya di 2018 itu untuk apa, lihat Belanja langsung berupa dana hibah dan pengadaan barang jasa, apa banyak belanja barangnya kan bisa dilihat oleh penyidik”, ujar Boyamin Kembali.

Ketika ditanya pihak yang bertanggung jawab, Boyamin Saiman menyatakan, “Ya Tim TAPD yang bertanggung jawab dan Ketuanya yaitu Sekretaris Daerah dan terutama  Kepala Bappeda itu aja toh”, ujar Boyamin Saiman saat menghadiri Promosi Doktor Hukum Sugeng Riyanta Kajari Jakarta Pusat di UNS Solo belum lama ini.

Sementara itu Kepala Bapenda Prov Sumsel Neng Muhaibah  ketika dihubungi melalui telpn selulernya mengatakan bahwa hal tersebut adalah urusan BPKAD dan bukan usurannya.

“ kalau bicara bagi hasil silahkan menghubungi Mukhlis selaku kepala BPKAD karena kalau bagi hasil itu urusannya sementara saya hanya mengurusi pungutan pajaknya,” jelas Neng.

Sampai berita ini diturunkan, Mukhlis selaku kepala BPKAD melalui whatsap dan telp selulernya di nomor 081176093xx hanya terdengar suara “ nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan serta tidak memberikan komentar bahkan nomor whatsapp nya langsung mendelcon.(Daeng).

 

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

PT Pusri Bersinergi Dengan KONI Sumsel Beri Sembako Ke Altet

Kam Jul 30 , 2020
Palembang,(detiknews.tv) -Selain terus melakukan berbagai terobosan pembinaan dan prestasi, Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel terus berupaya melakukan berbagai kerjasama dari berbagai perusahaan baik BUMN maupun swasta. Kali ini, Pengurus KONI Sumsel melalui Bidang Kerjasama Antar Lembaga dan Luar Negeri yang menggandeng salah satu BUMN di Sumsel yakni PT […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI