Diganjar 11 Tahun, Ahmad Yaniarsyah Hasan pikir-pikir: Majelis Hakim Mengabaikan Keyakinan Nurani

Loading

PALEMBANG – Dr. Ahmad Yaniarsyah Hasan SE MM, terdakwa dalam Perkara Dugaan Korupsi PDPDE Sumsel dengan tegar menyampaikan pikir-pikir atas vonis terhadap dirinya, setelah Joserizal SH MH, Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor: 18/Pid-Sus-TPK/2022/PN.Plg dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pengadilan Tipikor Palembang, mengetuk palu, memvonis dirinya 11 tahun penjara, ditambah hukuman denda sebesar Rp 4 Miliar, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 10 Miliar, pada Kamis (16/6) siang.

Ahmad Yaniarsyah Hasan sangat menyesalkan vonis hakim yang diberikan kepadanya, karena mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan mengesampingkan pendapat saksi ahli guru-guru besar dan ahli-ahli hukum dari UI, UGM, UII, USU dan Universitas Al-Azhar.

Dengan santun dia menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan hakim kepadanya, karena berdasarkan fakta persidangan tak ada uang negara yang dikorupsi, dan ia mengikuti tata kelola perusahaan yang baik sesuai prinsip good governance. Ahmad Yaniarsyah berujar: “Terimakasih Yang Mulia Majelis Hakim, yang telah menghukum saya, sebagai investor, orang yang tidak bersalah, semua kegiatan bisnis saya legal, diikat oleh kontrak dan mendapat pengesahan negara. Saya pikir-pikir dulu untuk menyikapi putusan ini, diskusi dengan keluarga dan penasihat hukum saya,” ucap Yaniarsyah santun.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang dalam pertimbagannya, hampir seluruhnya sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bahwa Ahmad Yaniarsyah Hasan telah melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terdakwa Ahmad Yaniarsyah Hasan selain didakwa dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Terdakwa Ahmad Yaniarsyah Hasan juga didakwa dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam perkara jual beli gas di Perusahaan Daerah Pertambangan dan Enerdi (PDPDE) Sumsel, sehingga dirinya harus dipidana. “Terdakwa, secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah turut serta bersama-sama dengan Alex Nurdin, Muddai Madang dan Caca Isa Saleh. Menjatuhkan pidana karenanya dengan hukuman 11 (sebelas) tahun penjara dipotong masa tahanan,” ucap Joserizal di depan persidangan.

Kuasa Hukum Ahmad Yaniarsyah Hasan, Ifdhal Kasim SH LLM mengatakan, pertimbangan majelis hakim tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.

Menurut Ifdhal, terlihat sekali, subjektivitas hakim sangat tinggi. Penalaran majelis terlihat mengikuti dakwan Jaksa Penuntut Umum. “Putusannya podo wae dengan dakwan Jaksa,” ujar Ifdhal Kasim. “Kami tidak sependapat dengan majelis hakim. Oleh karena itu, kami tidak menerima putusan itu dan siap menyatakan banding,” kata Ifdhal Kasim, kepada media ini sesaat setelah sidang selesai.

Advokat Aristo Seda, SH menambahkan, hakim tidak boleh menggunakan keyakinannya dengan mengabaikan fakta hukum. Begitu banyak keterangan saksi yang dikesampingkan hakim dalam memutuskan perkara PDPDE Sumsel.

Harusnya, tambah Aristo, keyakinan hakim dalam memutuskan perkara aquo harus berpegang teguh pada fakta-fakta yg terungkap di dalam persidangan bukan menurut asumsi-asumsi (prejudice) yang dibangun oleh Penuntut Umum. “Judex debet judicare secundum allegata et probata. Hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta. Tetapi apapun itu kita harus tetap menghormati Putusan hakim. Hakim adalah hukum yang berbicara, judex set lex laguelns,” imbuhnya.

Senada dengan Ifdhal dan Aristo, J Kamal Farza SH MH juga tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Kamal mengatakan, bagaimana mungkin kliennya Ahmad Yaniarsyah Hasan dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan, sementara fakta yang terungkap di persidangan bahwa tidak ada uang negara yang dikelola oleh PT. PDPDE Gas dalam kerjasama Pengelolaan dan Pemanfaatan Gas antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN. “Gas itulah yang disimpulkan sebagai uang negara. Padahal gas itu sudah dibeli oleh PDPDE Sumsel,” ujarnnya. (*)

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Tata Kelola Anggaran Pemkot Palembang TA 2021 Masih di Temukan Pelanggaran

Jum Jun 17 , 2022
Palembang – BPK telah memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Kota Palembang, yang terdiri dari Neraca tanggal 31 Desember 2021, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan. BPK juga melakukan […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI