Detiknews.tv – Palembang | Insiden kekerasan yang menimpa Advokat Prasetya Sanjaya, S.H., M.H., C.MSP, menuai kecaman luas dari berbagai kalangan. Salah satu pernyataan paling tegas datang dari Wakil Ketua Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Sumatera Selatan, Ahmad Rendy, S.H., yang menyebut tindakan tersebut sebagai pelecehan terhadap hukum itu sendiri.
Diketahui, Prasetya Sanjaya menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok orang tidak dikenal pada 20 September 2025 di Palembang. Kejadian ini langsung memicu reaksi keras dari komunitas hukum dan organisasi masyarakat.
“Profesi advokat adalah bagian dari penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003. Kekerasan terhadap advokat bukan hanya menyerang individu, tapi juga menghina sistem hukum itu sendiri,” tegas Ahmad Rendy dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi pada Senin (22/02025).
Tak Ada Tempat bagi Premanisme dalam Penegakan Hukum, Ahmad Rendy menambahkan bahwa BPPH Pemuda Pancasila Sumsel mengutuk segala bentuk kekerasan dan premanisme terhadap advokat dalam menjalankan tugas profesinya. Ia menyebut tindakan seperti ini sebagai bentuk intimidasi yang membahayakan prinsip supremasi hukum.
“Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan. Advokat tidak boleh diintimidasi. Tugas mereka adalah menjamin akses terhadap keadilan bagi setiap warga negara,” ujar Rendy.
Desak Polisi Bertindak Cepat dan Transparan, Dalam pernyataannya, BPPH Pemuda Pancasila juga mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polrestabes Palembang dan Polda Sumsel, untuk segera mengusut dan memproses para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kita harus memastikan kejadian ini tidak menjadi preseden buruk. Publik harus melihat bahwa hukum ditegakkan secara adil, tanpa pandang bulu,” katanya.
BPPH Siap Kawal Proses Hukum Hingga Tuntas.
Ahmad Rendy menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum yang berjalan dan siap memberikan pendampingan hukum penuh kepada korban.
“Kami dari BPPH Pemuda Pancasila siap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi juga untuk menjaga marwah profesi advokat dan prinsip equality before the law,” ucapnya.
Indonesia Negara Hukum, Bukan Negara Kekerasan.
Menutup pernyataannya, Rendy menegaskan bahwa setiap bentuk serangan terhadap advokat harus dipandang sebagai ancaman serius terhadap sistem peradilan yang adil dan beradab.
“Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekerasan. Kami berharap kejadian ini menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan terhadap profesi advokat, tidak hanya di Sumatera Selatan, tetapi juga di seluruh Indonesia,” tutupnya. (Yulia).