Palembang – Memulai Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi-nya Dr. H. A. Yaniarsyah Hasan, S.E., MM mengutip pendapat dan opini hukum dari 4 Ahli yang turut memberikan kesaksian dan opininya dalam perkara kerjasama PDPDE Sumsel dan PT Dika Karya Lintas Nusa.
Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M., Ahli Hukum Administrasi Negara dan Hukum Energi; Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan dari Universitas Indonesia; Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiariej S.H., M.Hum., (Guru Besar Hukum Pidana UGM dan saat ini menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia); dan Prof. Akhmad Syakhroza, SE, MAFIS., CA, CRGP, Ph.D., Guru Besar Corporate Governance (Tata Kelola) dan Akuntansi Universitas Indonesia. Prof Syahroza, yang juga pernah menjadi tenaga Ahli khusus Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dr, Mudzakkir (Ahli Hukum Pidana UII Yogyakarta), Yaniarsyah memberi judul Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi-nya: Tempatku Bukan Disini, Saya Bukan Koruptor, Saya Seorang Investor, Saya Seorang Profesional, Saya Hanya Kambing Hitam.
Para ahli hukum tersebut telah memberikan pendapat/opini hukum dan keterangan sebagai Ahli dalam perkara ini, yang pokoknya perkara PDPDE Sumsel bukanlah perkara pidana dan tidak ditemukan adanya keuangan negara atau kerugian negara tegas Yaniarsyah dalam Pembelaan Pribadi-nya.
Yaniarsyah putra asli kelahiran Sumatera Selatan yang dalam perjalanan karirnya sebagai seorang profesional pernah dianugerahi Satyalancana Wira Karya oleh Presiden Republik Indonesia dan saat memimpin PDPDE Sumsel, mendapatkan anugerah sebagai gelar CEO BUMD Terbaik 2017 dan PDPDE Sumsel mendapat anugerah sebagai TOP BUMD 2017, Great BUMD: The Key to Accelerate Economic Growing (BUMD Hebat: Kunci Percepatan Pertumbuhan Ekonomi), dari Majalah BusinessNews, salahsatu media bisnis paling berpengaruh dan banyak dibaca di Asia Tenggara.
Dalam Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi-nya Yaniarsyah mengatakan “saya seorang profesional dan selalu memiliki integritas tinggi dalam melakukan pekerjaan saya, Ayah dan Ibu saya mengajari jangan ambil yang bukan hakmu. Dan ini selalu jadi pengingat saya dalam bekerja. Sehingga dalam perkara ini seringkali saya bertanya pada diri saya apa sebenarnya kesalahan yang saya perbuat dalam suatu proses bisnis ini”.
Yaniarsyah yang selalu tampak tenang dan berkata santun selama masa persidangan merasa dirinya hanya dikorbankan Sebagai Kambing Hitam yang diistilahkanya sebagai (Black Sheep Victim).
Merasa hanya dijadikan kambing hitam Yaniarsyah mengungkapkan berdasarkan kronologis yang telah dia kemukakan, dokumen serta bukti yang telah disampaikan dirinya tidak menandatangani MoU; tidak menandatangani JV AGREEMENT; tidak menandatangani pendirian PT. PDPDE GAS, tidak menandatangani Peningkatan modal PT PDPDE GAS dan Penjualan Saham PT DKLN di PT PDPDE Gas ke PT. PANJI RAYA ALAMINDO, dimana semua dokumen terkait dan akta-akata yang berhubungan dengan hal tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT DKLN Sdr. Said August Putera.
Lebih lanjut Yaniarsyah mengatakan bahwa laporan keuangan tahun 2010, 2011 telah direstatement atau direview dan dinyatakan kembali pada laporan keuangan tahun 2012 dengan pendapat WTP, dan restatement laporan keuangan tahun 2010, 2011 dan Laporan keuangan tahun 2012, yang menandatangani adalah Adrian Utama Gani.
Jadi adalah sangat tidak mendasar telah menuduh saya dan Sdr. Muddai Madang telah melakukan rekayasa laporan keuangan, karena laporan keuangan telah dilakukan audit oleh akuntan publik (KAP) dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan faktanya saya baru lihat laporan keuangan yang dituduhkan setelah saya menjadi Tersangka dalam perkara ini.
Selain itu Yaniarsyah juga menyampaikan bahwa sejak bulan Juni tahun 2012 pengelolaan PT. PDPDE GAS dilakukan oleh PT. Panji Raya Alamindo anak usaha PT Rukun Raharja, Tbk bukan lagi PT. DKLN.
Saya sebagai Black Sheep Victim atau korban yang dikambing hitamkan ujarnya. Itulah yang saya rasakan. Yang paling bertanggung jawab dan mendapatkan benefit besar tetap di luar sana sambil sesekali (mungkin sambil tersenyum) melihat penderitaaan kami disini. Tebang pilih, itulah proses penegakan hukum yang tengah dipertontonkan. Penegakan hukum tindak pidana korupsi seolah – olah dijadikan kendaraan untuk sensasi yang beraroma politik, dipaksakan dan akhirnya banyak mengabaikan keberlakuan undang-undang lain (lex specialist) yang menjadi dasar kesepakatan bisnis dan objek kerjasama bisnis yang sudah tidak lagi menjadi hak negara, sambung Yaniarsyah.
Menutup Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadinya Yaniarsyah berharap Majelis Hakim yang mulia mendengar dengan bathin dan berpikir dengan suara hati sehingga memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya dengan mengutip firman Allah dari surat An-Anisa Ayat ke 58:
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”.
Mengomentari Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi kliennya Ifdhal Kasim, S.H., LL.M., salah satu Kuasa Hukum dari Yaniarsyah, pihaknya juga sudah menjelaskan kepada Majelis Hakim tentang semua hal mengenai kasus ini, juga fakta – fakta di persidangan, Analisa terhadap fakta persidangan, Analisa yuridis maupun permohonan kami selaku penasihat hukum. “Pada intinya, kami melihat, Pak Yaniarsyah itu korban salah sasaran, ada 9 aktor lainnya yang dimuat dalam laporan investigasi BPK diduga telah melakukan penyimpangan dan masih ada di luar sana yang harusnya ditangkap,” ujarnya.