RICKY MZ, SH., CPL.
Advokat & Kurator R’A & PARTNERS
Dalam situasi ekonomi dewasa ini, terlebih dalam kondisi pandemi covid-19, utang sebagai pilihan untuk menunjang gerak operasional maupun produksi badan usaha dari suatu yayasan, terlebih yayasan bidang pendidikan. Walau bidang pendidikan, bila berbicara mengenai kegiatan usaha, maka tidak lepas orientasinya adalah bisnis (Baca: Pasal 3 ayat (1) UU Yayasan).
Yayasan (swasta) bidang pendidikan rentan mengalami kebangkrutan di tengah situasi dan kondisi pandemi covid-19 yang berkepanjangan saat ini. Indikator yang terjadi misalnya penurunan tingkat penerimaan peserta didik baru untuk tahun ajaran baru, atau telah terjadi penunggakan uang bayaran dari peserta didik, yang mana terkadang itulah yang menjadi sumber pendapatan utama yayasan (swasta) bidang pendidikan. Sementara pihak badan usaha dari yayasan harus membayar gaji karyawan, tenaga pengajar, officeboy, tenaga kebersihan, security, dan lain sebagainya.
Yayasan (swasta) bidang pendidikan yang mengalami dampak seperti itu sudah mulai mengalami kesulitan finansial. Kesulitan itu tak lepas dari kemampuan peserta didik untuk membayar uang bayaran. Mereka merasa kesulitan terkadang disebabkan oleh ekonomi orang tua mereka yang juga terkena dampak dari pandemi covid-19. Kesulitan financial Yayasan itulah hingga rencana (biasanya) dari pihak yayasan yang belum pernah ber-utang, akhirnya ber-utang dengan pihak kreditur, atau yang telah berutang dengan kreditur (misalnya kreditur perbankan), dapat melaksanakan skema top up/penambahan utang dari jumlah nilai sebelumnya.
Disisi lain, pihak yayasan (swasta) bidang pendidikan terkadang telah gencar menjalankan berbagai program marketing guna memasarkan produk badan usahanya, misal dengan promo beasiswa, studi banding gratis ke luar negeri, sampai dengan potongan biaya pendaftaran penerimaan peserta didik, dan lain sebagainya. Atau dengan gencar menjalankan strategi endorse di media sosial saat ini. Hal demikian dapat dikatakan sebagai salah satu upaya promosi pihak yayasan guna menggaet calon peserta didik agar tertarik dan berminat.
Tidak menutup kemungkinan sebab tidak seimbangnya putaran arus pemasukan keuntungan badan usaha dari suatu yayasan dengan kewajiban utangnya, walaupun telah mengikuti program restrukturisasi dari pihak kreditur (Baca: POJK No: 48/POJK.03/2020 Jo’ No: 11/POJK.03/2020), akhirnya terlilit utang. Hingga jangan sampai waktu dilaksanakan evaluasi dan audit, yang didapati total nilai utang melampaui atau lebih besar dari total nilai harta yang telah menjadi jaminan pada pihak kreditur, terutama kreditur perbankan.
Jika suatu yayasan yang sumber pemasukannya hanya bersandar atas utang semata, maka cepat atau lambat yayasan akan mengalami kebangkrutan. Jalan keluar atas kebangkrutan pada suatu yayasan (swasta) bidang pendidikan yaitu salah satunya dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan agar yayasan dinyatakan Pailit. Beban utang debitur menjadi salah satu kunci jalan keluar agar dinyatakan Pailit. Tinggal yang dilakukan yaitu menghitung kembali (appraisal) total nilai jual harta yayasan yang telah menjadi jaminan utangnya pada pihak kreditur. Terkait kompetensi pengadilan, maka ia mengikuti kedudukan hukum debitur, yang mana penentuan tersebut menjadi penting agar permohonan dapat diterima oleh Pengadilan. Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Niaga dimana kedudukan hukum debitur.
Selain daripada itu kerapkali masih ada juga pihak-pihak yang memanfaatkan momentum pailit yayasan (swasta) bidang pendidikan, dengan merancang semacam skenario pailit, membuat dan mengajukan permohonan pailit, hingga sampai dinyatakan pailit, lalu kemudian pada saat dilakukannya penjualan terhadap harta/aset debitur pailit, maka ia berusaha untuk membeli kembali aset debitur pailit. Tidak menutup kemungkinan pembelinya dari orang-orang lingkar dalam yayasan. Untuk menjalankan skenario ini penentu atas pertaruhannya adalah modal. Yakin pemodal besar memiliki peluang sangat besar, walaupun pemodal kecil-pun memiliki potensi yang sama yaitu dengan melakukan koalisi modal bersama pihak lain.
Atau skenario yang kedua, bekerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pemberesan budel pailit, pilihan jalan tengahnya yaitu dengan going consern/melanjutkan usaha yayasan yang jika masih dapat dipertahankan atau masih dianggap produktif menghasilkan income/pendapatan bersih guna membayar dan melunasi utang pada pihak kreditur. Selain itu diperlukan pula perhitungan ulang atau dengan melakukan analisa (termasuk analisa keuangan) atas prospek yayasan jika nantinya dipilih jalan going concern.
Sebagai catatan, yayasan (swasta) bidang pendidikan dapat dimohonkan Pailit ke Pengadilan, biasanya dengan dalih sederhana bahwa Yayasan sudah tidak mampu membayar atau melunasi utangnya. Permohonan/pemohon pailit dalam rezim UU Kepailitan dapat dari Debitur (pihak yang ber-utang) itu sendiri maupun dari kreditur (yang memiliki piutang). Lalu setelah dinyatakan pailit dapatlah dilakukan/dilaksanakan pemberesan terhadap harta/harta-harta milik yayasan (swasta) bidang pendidikan yang dimaksud oleh Kurator. Kuratorlah nantinya yang bertindak membereskan seluruh harta debitor pailit yang kemudian untuk melunasi utang debitor kepada Kreditor (Baca: UU Kepailitan dan PKPU).