![]()

Detiknews.tv – Palembang | Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pembela Suara Rakyat (PSR) kembali mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan, Senin (27/10/2025), untuk menyampaikan aspirasi sekaligus mempertanyakan perkembangan laporan dugaan kasus korupsi pembelian lahan di kawasan Simpang Bandara, Jalan Noerdin Panji Palembang.
Dalam aksinya, PSR juga menyerahkan laporan pengaduan (Lapdu) baru terkait sejumlah dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan dan perusahaan daerah.
Ketua Umum PSR, Hanafi Abu Bakar alias Aan Pirang, menegaskan bahwa pihaknya terus berkomitmen mengawal proses hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dan rakyat.
“Kami mendesak Kejati Sumsel segera menuntaskan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Simpang Bandara yang berdasarkan hasil audit BPKP telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp39,8 miliar,” ujar Hanafi dalam keterangannya di depan kantor Kejati Sumsel.
Kasus yang dilaporkan PSR ini berkaitan dengan proyek pengadaan lahan untuk pembangunan kolam retensi di kawasan Simpang Bandara, Jalan Noerdin Panji, Palembang. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan adanya indikasi mark up harga hingga Rp35 miliar, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp39,8 miliar.
Lahan tersebut diketahui sebelumnya merupakan tanah rawa dengan harga awal sekitar Rp55 ribu per meter persegi pada tahun 2020. Setelah disertifikatkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), lahan itu kemudian dijual ke Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas PUPR dengan harga mencapai Rp995 ribu per meter pada 2021–2022.
BPKP menyatakan seluruh pembayaran untuk pembebasan lahan tersebut berstatus total loss, karena lahan yang dibebaskan diduga merupakan kawasan konservasi milik negara yang tidak boleh diperjualbelikan.
PSR menilai, kasus ini diduga kuat melibatkan sejumlah pihak, termasuk mantan pejabat Pemerintah Kota Palembang dan pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang yang berperan dalam proses penerbitan sertifikat PTSL.
“Kami meminta Kejati Sumsel segera menetapkan mantan Kepala Dinas PUPR Kota Palembang berinisial AB dan Kepala BPN Kota Palembang sebagai tersangka. Mereka harus dihukum seberat-beratnya dan seluruh aset hasil korupsi dirampas untuk negara,” tegas Hanafi.
Selain menyoroti kasus lahan Simpang Bandara, PSR juga menyerahkan laporan pengaduan baru ke PTSP Kejati Sumsel terkait sejumlah dugaan penyimpangan lain, antara lain:
1. Dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang pada kegiatan bioflok budidaya ikan sungai di Dinas Perikanan Kota Palembang saat dipimpin Aprizal Haysim.
2. Dugaan kolusi dan nepotisme antara Koperasi Desa dengan PT Sucofindo Cabang Palembang dalam proses verifikasi program peremajaan sawit rakyat.
3. Dugaan penggelapan dana nasabah oleh PT AJB Bumiputera Palembang yang dinilai gagal membayar klaim asuransi dengan alasan perusahaan bangkrut.
Meski bersuara keras, PSR juga memberikan apresiasi terhadap langkah Kejati Sumsel yang dinilai telah berupaya melanjutkan penyidikan kasus-kasus korupsi besar di daerah.
“Kami mendukung penuh Kejati Sumsel dalam memberantas korupsi. Namun kami juga meminta agar kasus-kasus besar seperti lahan Simpang Bandara ini jangan dibiarkan berlarut. Sudah cukup rakyat dirugikan oleh para ‘tikus kantor’,” kata Hanafi.
PSR menegaskan, langkah mereka sesuai dengan PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi serta UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Yulia).



