PALEMBANG – Adanya kejanggalan serta adanya dugaan indikasi Maladministrasi dan informasi yang terkesan disembunyikan atau tidak transparan terkait dipilihnya Prof. Nyayu Khodijah sebagai Rektor UIN Raden Fatah, mengundang berbagai tanggapan dari banyak pihak.
Salah satunya tanggapan datang dari Ade Chaniago, pria yang sering dimintai pendapatnya seputar dinamika yang terjadi pada dunia pendidikan dan sosial di Sumsel ini saat mintai tanggapannya terkait adanya pro dan kontra dalam proses pemilihan rektor di UIN Raden Fatah mengatakan.
“Sebagai seorang Dosen dan Koordinator Jaringan ’98 Sumatera Selatan, saya turut Prihatin Merespon berita tentang Polemik yang terjadi dalam Pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri/UIN Raden Fatah Palembang. Hal tersebut dikarenakan antara rekomendasi dan keputusan Menteri hasilnya tidak sinkron. Jadi bagaimana mungkin nama yang direkomendasikan oleh Dewan Senat dan Komisi Seleksi (Komsel) pada posisi teratas justru seperti diabaikan begitu saja. Lantas untuk apa ada proses pemilihan kalau hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang diharapkan,”Ujarnya.
Bukankah Dalam UU No. 12 tahun 2012 sambung Ade, tentang perguruan tinggi dijelaskan Perguruan Tinggi menjujung tinggi asas keadilan, kejujuran, kebenaran ilmiah dengan berprinsip pada otonomi kampus yang demokratis.
“Keberadaan PMA No 68 tahun 2015 justru dirasakan sangat kental bernuasan politis karena keputusan menteri agama adalah mutlak dalam menetapkan rektor terpilih.Disinilah poin krusial PMA tersebut sebenarnya jika mau dapat digugat ke Mahkamah Agung RI,”Terangnya.
Ade juga mengatakan seharusnya Menteri Agama dalam menetapkan Rektor terpilih dengan mempertimbangkan hasil rapat senat sebagaimana diatur dalam PMA No 68 tahun 2015 Pasal 5
“Dari kondisi ini, saya berpendapat kementerian agama sudah seharusnya mereformasi diri dalam kelembagaan agar tidak dominan kepentingan politik dan golongan tertentu, secara regulasi sangat objektif jika mencontoh Kemendikbud sistem pemilihan Rektor di Universitas Negeri yang diatur Permendiknas tahun 2010 No 24 tata cara pemilihan Rektor. Dimana kuota 35 persen suara menteri dan 65 persen suara senat jadi Rektor yang terpilih nantinya adalah benar-benar murni berasal dari suara internal kampus dan jauh dari polemik dan kepentingan politik,”Jelasnya.
Ditambahkan Ade Keputusan Menteri Agama RI dengan menetapkan Nyayu Khodijah sebagai rektor dapat juga diproses dalam pengaduan ke lembaga Ombudsman dan meminta Ombusman untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan atas indikasi maladministrasi, begitupun juga Komisi Informasi dapat masuk untuk mengungkap transparansi informasi yang seharusnya dibuka kepada publik agar pengangkatan Rektor terpilih Nyayu Khodijah tidak menjadi Polemik,”ujarnya.
Terakhir Ade mengatakan
Adanya pro kontra dalam penetapan Prof. Nyayu Khodijah sebagai Rektor UIN Raden Fatah saat ini sangat dapat di maklumi dan sangat wajar saja kalau banyak orang berpikir dan memduga bahwa telah terjadi Politisasi dalam proses pemilihan tersebut. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan kalau kampus sudah tidak lagi Merdeka.
“Apabila Peraturan Menteri Agama (PMA) No 68 tahun 2015 digugat ke Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait pengangkatan dan pemberhentian rektor dan ketua pada perguruan tinggi keagamaan karena di anggap bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi. Dan jika gugatan tersebut dikabulkan maka pengangkatan Rektor terpilih Nyayu Khodijah bisa berpotensi juga untuk dibatalkan,”Pukasnya.(daeng)