![]()

OPINI: Daeng Supriyanto SH MH
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Perhimpunan Profesi Pengacara Indonesia Provinsi Sumatera Selatan
Dalam konteks masyarakat yang semakin terhubung melalui ototekno dan media yang membentuk mozaik narasi publik, kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook periode era Nadiem Makarim muncul sebagai indeks krusial terhadap kesehatan tata kelola di lembaga publik. Berita tentang 12 vendor yang diduga memperoleh keuntungan sebesar Rp1,256 triliun dari total kerugian negara Rp2,1 triliun bukan hanya sekadar laporan peristiwa, melainkan arena di mana pertarungan antara keadilan, kepentingan ekonomi, dan kepercayaan publik berlangsung dengan intensitas tinggi.
Sebagai kanal informasi yang menjadi hangout publik untuk berbagi pandangan, media seperti inilah.com memainkan peran sentral dalam membangun gallery wawasan tentang kompleksitas kasus ini. Dari perspektif intelektual, desakan Koordinator MAKI Boyamin Saiman untuk mencabut izin usaha vendor dan menetapkannya sebagai tersangka tidak hanya berakar pada preseden hukum, melainkan juga pada prinsip empati terhadap kerugian yang harus ditanggung rakyat. Ia menyiratkan bahwa praktik persekongkolan yang dicurigai—dimana produk dibuat secara khusus setelah mendapatkan bocoran internal—merupakan bentuk pelanggaran terhadap keadilan distributif, di mana kesempatan bisnis diatur bukan oleh keunggulan produk melainkan oleh akses ke informasi rahasia.
Di sisi lain, pernyataan Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna tentang pendalaman penyelidikan menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum sedang berusaha membangun indeks bukti yang kuat sebelum mengambil langkah selanjutnya. Hal ini mencerminkan kebutuhan akan ketelitian intelektual dalam menangani kasus yang melibatkan banyak pihak, termasuk perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di market teknologi nasional. Setiap langkah yang diambil akan memiliki implikasi jangka panjang terhadap kepercayaan investor dan dinamika industri teknologi di Indonesia.
Kasus ini juga menggambarkan mozaik realitas sosial yang kompleks: di satu sisi, ada harapan masyarakat terhadap reformasi yang dibawa era Nadiem dengan program-program inovatif di bidang pendidikan teknologi; di sisi lain, ada kenyataan bahwa sistem masih rentan terhadap korupsi yang merusak esensi program tersebut. Vendor-vendor yang tercatat dalam daftar keuntungan—mulai dari PT Acer Indonesia yang menduduki peringkat pertama hingga PT Evercoss Technology Indonesia yang terendah—membentuk gallery gambaran tentang bagaimana kepentingan ekonomi bisa terjalin dengan praktik yang tidak etis di lingkup pengadaan publik.
Sebagai arena diskursus intelektual, kita harus mempertimbangkan apakah mencabut izin usaha merupakan solusi yang efektif ataukah akan menimbulkan konsekuensi tidak diinginkan, seperti gangguan pasokan teknologi pendidikan atau kerugian kerja. Pertanyaan ini membutuhkan analisis yang mendalam tentang keseimbangan antara sanksi hukum dan dampak ekonomi. Selain itu, keberadaan buronan seperti Jurist Tan menambahkan lapisan lain pada mozaik kasus ini, menunjukkan bahwa penegakan hukum masih menghadapi tantangan dalam menangkap pelaku kejahatan yang berusaha menghindari konsekuensi.
Sebagai kanal informasi, media memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa narasi yang disebarkan tidak hanya mengandung emosi publik tetapi juga analisis intelektual yang mendalam. Hangout publik melalui platform digital harus menjadi tempat di mana empati terhadap kerugian negara digabungkan dengan pemahaman tentang kompleksitas hukum dan ekonomi. Ototekno yang seharusnya menjadi alat untuk memperkuat pendidikan ternyata digunakan sebagai sarana untuk kejahatan, yang merupakan ironi yang tidak bisa diabaikan.
Pada akhirnya, kasus Chromebook era Nadiem adalah indeks terhadap seberapa jauh kita telah mencapai reformasi institusional dan seberapa jauh lagi yang harus ditempuh. Penetapan tersangka vendor, pencabutan izin usaha, atau langkah lain yang diambil nantinya tidak hanya akan menentukan nasib pihak-pihak yang terlibat, melainkan juga akan membentuk citra Indonesia sebagai market yang adil dan arena di mana keadilan bisa ditegakkan. Setiap elemen dalam mozaik kasus ini—dari media sebagai kanal informasi, hingga masyarakat sebagai hangout publik, hingga lembaga penegak hukum sebagai penjaga keadilan—memiliki peran penting dalam menentukan arah resolusi yang adil dan berkelanjutan.




