![]()

Oleh Daeng Supri Yanto SH MH
Advokat / Pengacara
Penggelapan merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penanganan kasus penggelapan oleh kepolisian harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan, serta berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tahapan Penanganan Kasus Penggelapan dan Jangka Waktunya
1. Pelaporan (Pengaduan)
– Proses: Korban atau pihak yang dirugikan melaporkan kejadian penggelapan ke kantor polisi terdekat.
– Jangka Waktu: Tidak ada batasan waktu pelaporan, namun disarankan segera melaporkan setelah mengetahui adanya tindak pidana.
– Dasar Hukum: Pasal 108 KUHAP.
2. Penerimaan Laporan dan Penilaian Awal
– Proses: Petugas SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) menerima laporan, mencatat, dan melakukan penilaian awal untuk menentukan apakah laporan tersebut memenuhi unsur pidana penggelapan.
– Jangka Waktu: Biasanya dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam.
– Dasar Hukum: Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
3. Penyelidikan
– Proses: Jika laporan memenuhi unsur pidana, penyidik akan melakukan penyelidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
– Jangka Waktu:
– KUHAP tidak mengatur secara rinci jangka waktu penyelidikan.
– Namun, Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 mengatur bahwa penyelidikan harus dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien.
– Dalam praktiknya, jangka waktu penyelidikan bervariasi tergantung kompleksitas kasus, biasanya antara 14 hingga 30 hari.
– Dasar Hukum: Pasal 1 angka 5, Pasal 106, Pasal 107 KUHAP.
4. Gelar Perkara Awal
– Proses: Setelah penyelidikan dianggap cukup, penyidik melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk meningkatkan status perkara ke penyidikan.
– Jangka Waktu: 1 x 24 jam setelah penyelidikan dianggap cukup.
– Dasar Hukum: Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
5. Penyidikan
– Proses: Jika gelar perkara menunjukkan adanya cukup bukti, penyidik akan meningkatkan status perkara ke penyidikan. Penyidikan meliputi tindakan seperti:
– Pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi.
– Pemanggilan dan pemeriksaan tersangka.
– Penggeledahan dan penyitaan barang bukti.
– Pemeriksaan ahli (jika diperlukan).
– Jangka Waktu:
– KUHAP juga tidak mengatur secara rinci jangka waktu penyidikan.
– Namun, penyidikan harus dilakukan secepatnya setelah status perkara ditingkatkan.
– Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 mengatur bahwa penyidikan harus dilakukan secara intensif dan profesional.
– Dalam praktiknya, penyidikan biasanya memakan waktu antara 30 hingga 60 hari, tergantung kompleksitas kasus.
– Dasar Hukum: Pasal 1 angka 2, Pasal 75, Pasal 113 KUHAP.
6. Penahanan (Jika Memenuhi Syarat)
– Proses: Jika tersangka memenuhi syarat penahanan (Pasal 21 KUHAP), penyidik dapat melakukan penahanan.
– Jangka Waktu:
– Penahanan oleh penyidik paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 hari (Pasal 24 KUHAP).
– Jika belum selesai, penuntut umum dapat memperpanjang lagi penahanan paling lama 30 hari.
– Dasar Hukum: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24 KUHAP.
7. Gelar Perkara Akhir
– Proses: Setelah penyidikan dianggap cukup, penyidik melakukan gelar perkara akhir untuk menentukan apakah berkas perkara sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke penuntut umum.
– Jangka Waktu: 1 x 24 jam setelah penyidikan dianggap cukup.
– Dasar Hukum: Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
8. Pelimpahan Berkas Perkara ke Penuntut Umum (Tahap I)
– Proses: Penyidik melimpahkan berkas perkara ke penuntut umum.
– Jangka Waktu: Secepatnya setelah gelar perkara akhir.
– Dasar Hukum: Pasal 138 KUHAP.
9. Penelitian Berkas Perkara oleh Penuntut Umum
– Proses: Penuntut umum meneliti berkas perkara untuk menentukan apakah berkas tersebut sudah lengkap (formil dan materiil).
– Jangka Waktu:
– Penuntut umum memiliki waktu 14 hari untuk meneliti berkas perkara (Pasal 139 KUHAP).
– Jika belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara ke penyidik dengan disertai petunjuk (P-19).
– Dasar Hukum: Pasal 139 KUHAP.
10. Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi (Jika Ada P-19)
– Proses: Penyidik menerima kembali berkas perkara dari penuntut umum dan melengkapi kekurangan sesuai petunjuk (P-19).
– Jangka Waktu:
– Tidak ada batasan waktu yang tegas, namun penyidik harus segera melengkapi berkas perkara.
– Dalam praktiknya, biasanya diberikan waktu 14 hingga 30 hari.
– Dasar Hukum: Pasal 139 KUHAP.
11. Pelimpahan Kembali Berkas Perkara (Tahap I)
– Proses: Setelah dilengkapi, penyidik melimpahkan kembali berkas perkara ke penuntut umum.
– Jangka Waktu: Secepatnya setelah berkas dilengkapi.
– Dasar Hukum: Pasal 138 KUHAP.
12. Penyataan Lengkap (P-21)
– Proses: Jika penuntut umum menyatakan berkas perkara sudah lengkap (P-21), penyidik akan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum (Tahap II).
– Jangka Waktu: Setelah penuntut umum yakin berkas lengkap.
– Dasar Hukum: Pasal 139 KUHAP.
13. Pelimpahan Tersangka dan Barang Bukti ke Penuntut Umum (Tahap II)
– Proses: Penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum.
– Jangka Waktu: Secepatnya setelah P-21.
– Dasar Hukum: Pasal 139 KUHAP.
14. Penuntutan di Pengadilan
– Proses: Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan untuk disidangkan.
– Jangka Waktu: Setelah menerima tersangka dan barang bukti.
– Dasar Hukum: Pasal 140 KUHAP.
SOP penanganan kasus penggelapan di kepolisian melibatkan serangkaian tahapan yang harus dilalui sesuai dengan KUHAP dan peraturan terkait. Meskipun KUHAP tidak mengatur secara rinci jangka waktu untuk setiap tahapan, prinsipnya adalah penanganan perkara harus dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus penggelapan bervariasi tergantung pada kompleksitas kasus, namun kepolisian harus berupaya untuk menyelesaikan setiap kasus dalam waktu yang wajar dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jika suatu perkara pidana telah berjalan lebih dari satu tahun namun masih dalam tahap pemeriksaan saksi, terdapat beberapa konsekuensi yang mungkin timbul bagi penyidik, baik dari segi hukum, etik, maupun administratif. Berikut adalah kajian mendalam mengenai hal tersebut:
Potensi Konsekuensi Bagi Penyidik Jika Perkara Berlarut-larut
1. Pelanggaran Asas Peradilan Cepat
– Penjelasan: Salah satu asas penting dalam hukum acara pidana adalah asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Keterlambatan dalam penyelesaian perkara, termasuk dalam tahap pemeriksaan saksi, dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas ini.
– Dasar Hukum: Asas ini diamanatkan dalam Pasal 50 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa terdakwa berhak untuk diadili dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
2. Pelanggaran Hak Atas Peradilan yang Adil dan Cepat
– Penjelasan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Keterlambatan yang tidak wajar dalam proses penyidikan dapat melanggar hak ini.
– Dasar Hukum: Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
3. Evaluasi Kinerja dan Pengawasan
– Penjelasan: Atasan penyidik atau lembaga pengawas internal kepolisian (Propam) dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja penyidik yang menangani perkara tersebut. Jika ditemukan adanya kelalaian atau ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara, penyidik dapat dikenakan sanksi administratif.
– Dasar Hukum: Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri .
4. Tindakan Korektif dari Atasan Penyidik
– Penjelasan: Jika penyidikan berlarut-larut, atasan penyidik berwenang untuk mengambil tindakan korektif, seperti memberikan teguran, perintah percepatan penyidikan, atau bahkan mengganti penyidik yang menangani perkara tersebut.
– Dasar Hukum: Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
5. Praperadilan
– Penjelasan: Tersangka atau pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan praperadilan ke pengadilan negeri setempat jika menganggap proses penyidikan telah berlangsung terlalu lama dan melanggar hak-hak tersangka. Praperadilan dapat diajukan untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan .
– Dasar Hukum: Pasal 77 KUHAP.
6. Gugatan Perdata
– Penjelasan: Meskipun jarang terjadi, pihak yang dirugikan akibat keterlambatan penyidikan dapat mengajukan gugatan perdata terhadap penyidik atau instansi kepolisian atas dasar perbuatan melawan hukum.
– Dasar Hukum: Pasal 1365 KUHPerdata.
7. Potensi Gugurnya Perkara
– Penjelasan: Dalam beberapa kasus, keterlambatan yang sangat signifikan dalam penyidikan dapat menyebabkan perkara menjadi kedaluwarsa (lewat waktu), sehingga hak untuk menuntut pidana menjadi hilang. Meskipun KUHAP tidak mengatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan, keterlambatan yang tidak wajar dapat mempengaruhi validitas proses hukum .
– Dasar Hukum: Pasal 78 KUHP.
8. Tanggung Jawab Disiplin dan Etik Profesi
– Penjelasan: Penyidik yang terbukti lalai atau tidak profesional dalam menangani perkara dapat dikenakan sanksi disiplin oleh प्रोपम (Profesi dan Pengamanan) Polri. Selain itu, penyidik juga dapat melanggar kode etik profesi kepolisian.
– Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsekuensi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berat ringannya konsekuensi bagi penyidik antara lain:
– Kompleksitas Perkara: Jika perkara tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk pengumpulan bukti dan pemeriksaan saksi, konsekuensi yang diberikan mungkin lebih ringan.
– Alasan Keterlambatan: Jika keterlambatan disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali penyidik (misalnya, saksi sulit ditemukan, bukti forensik memerlukan waktu lama), hal ini dapat menjadi pertimbangan.
– Upaya yang Dilakukan Penyidik: Jika penyidik telah berupaya secara maksimal untuk mempercepat proses penyidikan, namun tetap mengalami kendala, hal ini dapat menjadi faktor смягчающий (meringankan).
Rekomendasi
Untuk menghindari konsekuensi negatif akibat penyidikan yang berlarut-larut, penyidik sebaiknya:
1. Mematuhi SOP: Mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan dalam penanganan perkara pidana.
2. Bertindak Proaktif: Proaktif dalam mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi-saksi.
3. Berkoordinasi: Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti jaksa penuntut umum, ahli forensik, dan instansi terkait lainnya.
4. Transparan: Memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada pelapor mengenai perkembangan penanganan perkara (melalui SP2HP).
5. Mencari Solusi: Jika menghadapi kendala, segera mencari solusi dan melaporkan kepada atasan.
Kesimpulan
Keterlambatan dalam penyelesaian perkara pidana, terutama jika sudah berlangsung lebih dari satu tahun dan masih dalam tahap pemeriksaan saksi, dapat menimbulkan berbagai konsekuensi bagi penyidik. Konsekuensi ini dapat berupa sanksi administratif, tindakan korektif dari atasan, hingga potensi gugatan praperadilan atau gugatan perdata. Oleh karena itu, penyidik harus berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan perkara secara cepat, efektif, dan profesional, dengan tetap memperhatikan hak-hak tersangka dan korban.




