Kajian Mendalam tentang SP2H dan Status Tersangka dalam KUHAP

Loading

Oleh Daeng Supri Yanto SH MH

Advokat/ Pengacara

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan mekanisme penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia untuk memberikan informasi kepada pelapor mengenai perkembangan penanganan perkara yang dilaporkan. SP2HP diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas penyidikan.

Penetapan Tersangka dan Konsekuensi Hukumnya

Penetapan seseorang sebagai tersangka adalah langkah signifikan dalam proses pidana. Menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Konsekuensi dari penetapan sebagai tersangka antara lain:

1. Hak untuk Mendapatkan Informasi: Tersangka berhak untuk segera mengetahui apa yang disangkakan kepadanya (Pasal 50 KUHAP).

2. Hak untuk Didampingi Penasihat Hukum: Tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum sejak saat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).

3. Hak untuk Memberikan Keterangan: Tersangka tidak wajib memberikan keterangan yang dapat memberatkan dirinya (hak ingkar).

4. Upaya Hukum: Tersangka berhak mengajukan praperadilan jika merasa penetapan tersangka tidak sah (Pasal 77 KUHAP).

Dilema Pemanggilan Tersangka sebagai Saksi

Situasi di mana seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kemudian dipanggil sebagai saksi menimbulkan beberapa pertanyaan hukum yang mendasar:

1. Keabsahan Pemanggilan: Secara umum, KUHAP tidak secara eksplisit melarang pemanggilan tersangka sebagai saksi. Namun, praktik ini menimbulkan konflik kepentingan dan potensi pelanggaran hak-hak tersangka.

2. Potensi Pelanggaran Hak Ingkar: Tersangka memiliki hak ingkar, yang berarti mereka tidak wajib memberikan keterangan yang memberatkan diri sendiri. Jika tersangka dipanggil sebagai saksi, ada potensi bahwa mereka akan dipaksa untuk memberikan keterangan yang justru memberatkan dirinya, yang melanggar hak asasinya.

3. Asas Nemo Judex Idoneus in Causa Sua: Asas ini berarti tidak seorang pun boleh menjadi hakim dalam perkaranya sendiri. Dalam konteks ini, memanggil tersangka sebagai saksi dapat dianggap sebagai upaya untuk mencari bukti tambahan dari orang yang sudah dianggap sebagai pelaku, yang bertentangan dengan prinsip keadilan.

Analisis Yuridis dan Interpretasi Hukum

Beberapa pandangan hukum mengenai masalah ini:

– Pendapat yang Membolehkan: Ada yang berpendapat bahwa pemanggilan tersangka sebagai saksi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hak-hak tersangka. Keterangan yang diberikan sebagai saksi harus diuji kebenarannya dan tidak boleh dijadikan satu-satunya dasar untuk menjatuhkan pidana.

– Pendapat yang Melarang: Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa praktik ini tidak etis dan berpotensi melanggar hak asasi tersangka. Mereka berargumen bahwa penyidik seharusnya fokus mencari bukti dari sumber lain yang independen, bukan dari orang yang sudah dianggap sebagai pelaku.

Implikasi Praktis dan Rekomendasi

Dalam praktiknya, pemanggilan tersangka sebagai saksi sering kali dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atau mencari petunjuk tambahan. Namun, praktik ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan memperhatikan hak-hak tersangka.

Rekomendasi:

1. Prioritaskan Bukti Independen: Penyidik sebaiknya memprioritaskan pencarian bukti dari sumber-sumber yang independen dan tidak terkait langsung dengan tersangka.

2. Hormati Hak Ingkar: Jika tersangka dipanggil sebagai saksi, penyidik harus menghormati hak ingkar tersangka dan tidak memaksanya untuk memberikan keterangan yang memberatkan dirinya.

3. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pemanggilan tersangka sebagai saksi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan mencatat alasan dan tujuan pemanggilan secara jelas dalam berita acara pemeriksaan.

4. Pengawasan Eksternal: Perlu adanya pengawasan eksternal dari lembaga pengawas kepolisian atau Komnas HAM untuk memastikan bahwa praktik ini tidak disalahgunakan dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Kesimpulan

Pemanggilan tersangka sebagai saksi adalah isu kompleks yang memerlukan pertimbangan matang dari perspektif hukum dan etika. Meskipun KUHAP tidak secara eksplisit melarang praktik ini, penyidik harus sangat berhati-hati dan memastikan bahwa hak-hak tersangka tetap dihormati. Prioritas harus diberikan pada pencarian bukti dari sumber independen, dan hak ingkar tersangka harus dijunjung tinggi. Dengan demikian, proses peradilan pidana dapat berjalan secara adil, transparan, dan akuntabel.

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kajian Mendalam tentang SOP Penanganan Kasus Penggelapan di Kepolisian Sesuai KUHAP

Sab Nov 29 , 2025
Oleh Daeng Supri Yanto SH MH Advokat / Pengacara Penggelapan merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penanganan kasus penggelapan oleh kepolisian harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan, serta berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tahapan Penanganan Kasus Penggelapan […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI