![]()

Opini Daeng Supriyanto SH MH CMS.P
PENGACARA
Di tengah lingkaran kekuasaan dan dinamika perekonomian nasional yang kompleks, munculnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh penting di PT Pertamina Persero, khususnya Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode 2021-2023, Alfian Nasution, serta tujuh terdakwa lainnya, merupakan peristiwa yang sangat signifikan dan membutuhkan analisis yang mendalam. Dakwaan bahwa mereka telah merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga jumlah yang luar biasa, Rp285,1 triliun, dalam konteks tata kelola minyak mentah dan produk kilang, tidak hanya menimbulkan kekhawatiran yang besar tetapi juga memunculkan pertanyaan mendasar tentang integritas, akuntabilitas, dan sistem pengendalian internal di dalam lembaga strategis negara seperti Pertamina.
Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa minyak dan gas merupakan sumber daya alam yang sangat berharga bagi Indonesia, yang memiliki peran krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, memastikan keamanan energi nasional, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, tata kelola yang baik dan transparan dalam sektor ini adalah hal yang mutlak diperlukan untuk memastikan bahwa manfaat dari sumber daya ini dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pertamina, yang melibatkan pengadaan sewa terminal BBM, pemberian kompensasi JBKP Ron 90, dan penjualan solar nonsubsidi, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan dapat memiliki konsekuensi yang parah bagi negara dan masyarakat.
Dari sisi hukum dan etika, setiap orang yang didakwa memiliki hak untuk dibela dan dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan. Namun, jumlah kerugian yang didakwa dan cakupan kasus yang melibatkan banyak pihak membuat kasus ini menjadi sangat menarik dan membutuhkan penyelidikan yang menyeluruh dan objektif. Jaksa penuntut umum memiliki tanggung jawab untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian bagi negara, sementara pengacara terdakwa memiliki tanggung jawab untuk membela klien mereka dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku.
Selain itu, kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang peran dan tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direksi di Pertamina dalam memastikan bahwa perusahaan beroperasi dengan cara yang legal, etis, dan efisien. Dewan komisaris bertugas untuk memantau kinerja dewan direksi dan memastikan bahwa perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana strategisnya, serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi bertugas untuk mengelola operasi sehari-hari perusahaan dan membuat keputusan yang terbaik untuk kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya. Dalam kasus ini, apakah dewan komisaris dan dewan direksi telah melakukan tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik? Apakah mereka telah memiliki sistem pengendalian internal yang efektif untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang?
Dari sisi ekonomi, kerugian yang didakwa sebesar Rp285,1 triliun adalah jumlah yang sangat besar dan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Kerugian ini dapat mengurangi pendapatan negara, meningkatkan defisit anggaran, dan mengganggu stabilitas keuangan negara. Selain itu, kerugian ini juga dapat memiliki dampak pada ketersediaan dan harga BBM di pasar, yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memulihkan kerugian negara dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Selain itu, kasus ini juga memiliki implikasi yang luas bagi citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dan BUMN. BUMN diharapkan beroperasi dengan cara yang transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab, serta memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat. Kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pertamina dapat merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap BUMN dan lembaga negara secara keseluruhan, serta mempengaruhi kepercayaan investor terhadap Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tegas untuk menindak tegas korupsi dan meningkatkan tata kelola di dalam BUMN.
Dalam konteks global, kasus korupsi di sektor minyak dan gas adalah masalah yang umum dan telah terjadi di banyak negara di dunia. Korupsi di sektor ini dapat memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian, politik, dan sosial negara, serta terhadap lingkungan dan keamanan energi global. Oleh karena itu, sangat penting bagi negara-negara di dunia untuk bekerja sama untuk melawan korupsi di sektor minyak dan gas dan mempromosikan tata kelola yang baik dan transparan.
Kesimpulannya, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Alfian Nasution dan tujuh terdakwa lainnya di Pertamina adalah peristiwa yang sangat signifikan dan membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Kasus ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran tentang integritas dan akuntabilitas di dalam lembaga strategis negara tetapi juga memiliki implikasi yang luas bagi perekonomian, politik, dan sosial nasional. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan objektif, menindak tegas pelaku korupsi, dan meningkatkan tata kelola di dalam BUMN untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Selain itu, juga sangat penting bagi masyarakat untuk terlibat dan memantau proses hukum serta menuntut keadilan dan kebenaran. Hanya dengan cara ini, kita dapat membangun negara yang lebih adil, makmur, dan berdaulat.




