Detiknews.tv – Palembang | Kasus tuduhan fitnah yang dilayangkan terhadap Ibu Atika Sari, Ketua RT 45 Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati, Palembang, semakin memanas. Melalui penasihat hukumnya, Advokat Sanusi, SH yang didampingi oleh Ruben Alkatiri, SH dari Bantuan Hukum Pekat Indonesia Bersatu Sumatera Selatan, Ibu Atika menanggapi somasi yang disampaikan oleh seorang individu berinisial “H”, yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadapnya.
Dalam konferensi pers yang digelar di Neo Palembang pada Rabu (24/09/2025), Sanusi mengungkapkan sejumlah hal yang perlu diklarifikasi terkait dengan somasi yang diterima oleh Ibu Atika.
Menurutnya, somasi yang dilayangkan kepada Ibu Atika memuat empat poin utama, yang di antaranya menudingnya tidak melaksanakan tugas dengan baik, tidak transparan, kurang memperhatikan aspirasi masyarakat, dan munculnya ketidakpuasan warga. Namun, Sanusi menilai bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan perlu penjelasan lebih lanjut.
Sanusi menjelaskan, bahwa somasi yang mengklaim didukung oleh 45 warga ternyata hanya disertai tanda tangan yang valid dari 34 warga. Bahkan, dari 34 warga yang terlibat, ada 11 yang tanda tangannya dianggap tidak jelas atau meragukan.
Tuduhan bahwa Ibu Atika telah mengubah Nomor Induk Kependudukan (NIK) salah seorang warga dinilai oleh tim penasihat hukum sebagai fitnah. Menurut Sanusi, perubahan NIK adalah wewenang pihak yang berkompeten, dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan bukan tugas Ibu Atika sebagai Ketua RT.
Sanusi juga membantah tuduhan bahwa Ibu Atika mengalihkan bantuan beras kepada pihak yang tidak berhak. Bantuan yang disalurkan kepada 26 warga tersebut adalah warga yang sudah terdaftar dan memenuhi syarat, yang seharusnya menerima bantuan sesuai dengan data yang ada.
Terkait dengan tuduhan pengalihan Program Keluarga Harapan (PKH), Sanusi menegaskan bahwa Ibu Atika tidak memiliki kewenangan untuk mengalihkan PKH tersebut. Bantuan PKH diberikan berdasarkan data yang sah dan terverifikasi, dan tidak ada upaya pengalihan kepada pihak yang tidak berhak.
Atas dasar klarifikasi tersebut, Sanusi dan Ruben Alkatiri mendesak agar “H” segera meminta maaf kepada Ibu Atika dalam waktu 3×24 jam, jika tidak, mereka akan melanjutkan proses hukum yang lebih lanjut. Ruben Alkatiri menambahkan bahwa pihaknya akan melayangkan upaya hukum dengan mengacu pada pasal-pasal terkait fitnah dan pemalsuan dokumen, termasuk Pasal 310, 311, dan 362 KUHP.
“Jika dalam 3×24 jam tidak ada klarifikasi atau permintaan maaf dari pihak yang bersangkutan, kami akan melanjutkan dengan langkah-langkah hukum yang lebih tegas,” ujar Ruben.
Sanusi juga menegaskan bahwa pihaknya meminta agar pemerintah setempat, baik dari kelurahan maupun kecamatan, untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah ini. Menurutnya, peran pihak kelurahan dan kecamatan sangat penting untuk menjaga kedamaian dan ketertiban di masyarakat, serta memastikan bahwa segala informasi yang beredar tidak menimbulkan perpecahan.
“Pihak kelurahan dan kecamatan harus menjalankan fungsi mereka dengan benar dan memastikan bahwa masalah ini tidak berlarut-larut dan tidak menambah kegaduhan di masyarakat,” kata Sanusi menutup konferensi pers. (Yulia).