![]()

Opini: Daeng Supriyanto SH MH
Ketua Bidang organisasi Pordasi Sumatera Selatan
Dalam konteks tata kelola keuangan yang semakin kompleks dan tuntutan transparansi yang semakin tinggi di ranah organisasi semacam Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), penyimpanan anggara dana hibah muncul sebagai salah satu ranah yang membutuhkan perhatian khusus dalam upaya mitigasi risiko. Tidak dapat dipungkiri bahwa dana hibah yang mengalir ke KONI memiliki peran krusial dalam mendukung pengembangan olahraga nasional, mulai dari pembiayaan kejuaraan, pengembangan atlet muda, hingga peningkatan infrastruktur olahraga. Namun, di sisi lain, penyimpanan dana tersebut yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menimbulkan sejumlah risiko, mulai dari korupsi, penyalahgunaan, hingga hilangnya kepercayaan publik yang pada akhirnya akan merusak integritas organisasi dan tujuan pembangunan olahraga yang diinginkan.
Dari perspektif teoretis, mitigasi terhadap penyimpanan anggara dana hibah KONI harus dirancang berdasarkan kerangka keuangan yang terstruktur, yang mencakup aspek-aspek seperti pengenalan sistem akuntansi yang terstandarisasi, pengawasan yang mandiri, dan transparansi informasi yang komprehensif. Konsep “good governance” yang telah menjadi paradigma dalam manajemen organisasi modern harus menjadi landasan utama, di mana prinsip-prinsip seperti akuntabilitas, tanggung jawab, transparansi, dan keadilan diwujudkan dalam setiap tahapan penyimpanan dana. Tidak cukup hanya dengan memiliki peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengimplementasikannya dengan konsisten dan efektif, dengan mempertimbangkan konteks khusus KONI sebagai organisasi yang memiliki cakupan nasional dan peran yang strategis dalam kehidupan bangsa.
Selanjutnya, analisis intektual terhadap mitigasi penyimpanan dana hibah tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan terhadap risiko-risiko yang potensial muncul. Risiko pertama adalah risiko keuangan, yang mencakup kemungkinan hilangnya dana akibat kesalahan akuntansi, penyalahgunaan wewenang, atau bahkan penipuan. Untuk mengatasi risiko ini, KONI perlu membangun sistem kontrol internal yang kuat, yang meliputi pemisahan tugas antara pihak yang menerima dana, pihak yang menyimpan dana, dan pihak yang memantau penggunaannya. Misalnya, personel yang bertugas menerima dana hibah tidak boleh sama dengan personel yang bertugas menyimpannya atau mencatat transaksinya, sehingga tercipta mekanisme pemantauan saling memeriksa yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan.
Risiko kedua adalah risiko kepercayaan publik, yang bahkan lebih krusial karena dapat mempengaruhi kemampuan KONI untuk mendapatkan dana hibah di masa depan dan memelihara dukungan dari masyarakat. Dalam era informasi yang mudah diakses, setiap kesalahan atau kecurigaan dalam penyimpanan dana hibah akan cepat menyebar dan menimbulkan kritik yang luas. Oleh karena itu, mitigasi risiko harus juga mencakup upaya untuk meningkatkan transparansi informasi, seperti dengan mempublikasikan laporan keuangan secara teratur, memberikan akses informasi kepada publik yang sesuai, dan mengadakan rapat umum yang membahas penggunaan dana hibah. Hal ini tidak hanya akan membangun kepercayaan tetapi juga akan menciptakan budaya akuntabilitas di dalam organisasi.
Dari sisi praktis, mitigasi terhadap penyimpanan anggara dana hibah KONI juga membutuhkan peran aktif dari berbagai pihak, tidak hanya dari dalam organisasi tetapi juga dari luar. Pemerintah sebagai pemberi dana hibah utama memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana yang diberikan, sementara lembaga pengawas independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat memberikan penilaian objektif terhadap sistem pengelolaan dan penyimpanan dana. Selain itu, masyarakat dan media massa juga berperan penting sebagai pengawas yang tidak langsung, yang dapat mengawasi dan menegur setiap kejanggalan yang terlihat. Hal ini menciptakan jaring pengawasan yang komprehensif yang akan membuatnya lebih sulit bagi pihak-pihak yang berniat menyalahgunakan dana hibah.
Selain itu, perlu diakui bahwa mitigasi risiko adalah proses yang berkelanjutan, bukan sebuah tujuan yang dapat dicapai dalam waktu singkat. Oleh karena itu, KONI perlu melakukan evaluasi secara teratur terhadap sistem penyimpanan dana hibah yang ada, mengidentifikasi titik lemah, dan melakukan perbaikan yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui penelitian internal, audit teratur, atau bahkan kolaborasi dengan lembaga akademisi atau organisasi internasional yang memiliki keahlian dalam bidang tata kelola keuangan. Dengan cara ini, sistem penyimpanan dana hibah akan terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan situasi dan tuntutan yang muncul.
Dalam konteks global, pengalaman dari organisasi olahraga nasional lain dapat menjadi referensi berharga dalam menyusun strategi mitigasi risiko. Banyak negara telah menerapkan langkah-langkah yang efektif untuk mengelola dan menyimpan dana hibah, seperti dengan membangun lembaga pengawas independen, menerapkan teknologi informasi untuk memantau transaksi, dan memberikan pelatihan kepada personel yang bertugas dalam pengelolaan keuangan. KONI dapat mempelajari pengalaman ini dan menyesuaikannya dengan kondisi dan kebutuhan lokal, sehingga dapat membangun sistem yang sesuai dan efektif.
Kesimpulannya, mitigasi terhadap penyimpanan anggara dana hibah KONI adalah masalah yang kompleks dan mutlak perlu diperhatikan dengan serius. Ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif, yang mencakup kerangka teoretis yang kuat, sistem kontrol internal yang efektif, transparansi informasi, dan peran aktif dari berbagai pihak. Hanya dengan demikian, KONI dapat memastikan bahwa dana hibah yang diterimanya digunakan dengan benar dan efektif untuk mendukung pengembangan olahraga nasional, sekaligus membangun dan memelihara kepercayaan publik yang sangat diperlukan. Tanpa upaya mitigasi yang serius, penyimpanan dana hibah akan tetap menjadi sumber risiko yang potensial yang dapat merusak integritas organisasi dan tujuan pembangunan olahraga yang diinginkan oleh seluruh bangsa.




