![]()

Opini Daeng Supriyanto SH MH
Advokat/pengacara
Di ruang lingkup penegakan hukum anti korupsi yang sentral di Jakarta, tepatnya di Gedung Merah Putih KPK, muncul wacana yang menggabungkan dimensi institusional, sosial, dan budaya dalam satu panggung penyidikan yang kompleks. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pada hari Selasa yang penuh tekanan publik, menyatakan bahwa “semua terbuka kemungkinan” bagi lembaga tersebut untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui atau mendapatkan aliran uang terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2021–2023 – termasuk penyanyi Aura Kasih. Pernyataan ini tidak hanya menjadi sorotan media tetapi juga menimbulkan tatanan pemikiran yang mendalam tentang bagaimana lembaga penegak hukum menavigasi antara bukti empiris, dinamika publik, dan kebutuhan untuk memelihara integritas proses penyidikan.
Pertama-tama, kita harus memahami bahwa frasa “terbuka kemungkinan” yang diutarakan Budi Prasetyo adalah wujud dari prinsip kebebasan penyidik dalam menentukan pihak yang perlu diperiksa, namun juga merupakan refleksi dari kewajiban lembaga untuk bertindak berdasarkan landasan yang rasional dan berbasis bukti. Konsep “informasi atau bukti awal” sebagai dasar pemanggilan saksi adalah elemen kunci yang memisahkan penegakan hukum yang profesional dari tindakan yang semata-mata didorong oleh spekulasi atau tekanan publik. Dalam konteks kasus Bank BJB yang telah menetapkan lima tersangka – antara lain Direktur Utama Yuddy Renaldi dan Pejabat Pembuat Komitmen Widi Hartoto – pemikiran tentang memanggil figur publik seperti Aura Kasih menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan individu dengan aliran uang korupsi diidentifikasi, serta bagaimana lembaga menangani dampak sosial dari pemanggilan yang dapat menarik perhatian luas.
Selanjutnya, kita perlu memahami bahwa kasus ini berada dalam cakupan masalah korupsi di lembaga keuangan daerah, yang merupakan sektor yang seringkali menjadi titik temu antara kepentingan politik, ekonomi, dan kepentingan swasta. Kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp222 miliar bukan hanya angka yang signifikan secara kuantitatif, tetapi juga memiliki implikasi kualitatif yang mendalam terhadap kepercayaan masyarakat pada lembaga publik dan sistem keuangan. Penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 10 Maret 2025 dan pemanggilannya sebagai saksi pada 2 Desember 2025 telah menambah lapisan kompleksitas pada kasus ini, menunjukkan bahwa jaringan korupsi yang diduga tidak hanya terbatas pada dalam Bank BJB tetapi juga berpotensi terhubung dengan figur publik di tingkat daerah. Dalam konteks ini, peluang pemanggilan Aura Kasih dapat dilihat sebagai upaya penyidik untuk melacak aliran uang yang mungkin telah mengalir melalui berbagai saluran, termasuk sektor hiburan yang seringkali dianggap memiliki hubungan yang tidak terlihat dengan dunia bisnis dan politik.
Tegasan Budi Prasetyo bahwa pemanggilan saksi harus berbasis pada “konstruksi perkara maupun aliran-aliran uang” adalah pernyataan yang sangat relevan dengan prinsip-prinsip penegakan hukum anti korupsi yang berfokus pada pembuktian aliran uang dan keterkaitan antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam kasus yang melibatkan proyek pengadaan iklan, aliran uang dapat mengalir melalui berbagai entitas, termasuk agensi iklan, penyedia jasa, dan bahkan individu yang terlibat dalam proses pembuatan atau penayangan iklan. Oleh karena itu, pemanggilan seseorang yang terlibat dalam sektor hiburan seperti Aura Kasih bukanlah hal yang tidak masuk akal, asalkan terdapat bukti awal yang menunjukkan keterkaitannya dengan aliran uang yang diduga korup. Namun, kita juga harus waspada terhadap potensi bahwa pemanggilan ini dapat digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian publik dan mengalihkan fokus dari inti masalah korupsi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, KPK harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil didasarkan pada bukti yang kuat dan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal yang tidak relevan.
Selain itu, kita perlu mempertimbangkan dampak sosial dan budaya dari pemanggilan figur publik seperti Aura Kasih dalam kasus korupsi. Seorang penyanyi yang memiliki basis penggemar luas akan menarik perhatian media dan masyarakat, yang dapat memiliki efek ganda: di satu sisi, hal ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah korupsi dan pentingnya penegakan hukum; di sisi lain, hal ini juga dapat menimbulkan tekanan pada individu yang dipanggil dan mempengaruhi proses penyidikan secara negatif. Konsep “presumsi tak bersalah” adalah prinsip dasar yang harus selalu dijunjung tinggi dalam proses hukum, dan hal ini berlaku juga bagi figur publik yang dipanggil sebagai saksi atau tersangka. Oleh karena itu, KPK harus memastikan bahwa proses pemanggilan dan pemeriksaan dilakukan dengan cara yang hormat dan sesuai dengan aturan hukum, serta memberikan perlindungan kepada individu yang terlibat dari tuduhan yang tidak berdasar.
Di sisi lain, kita juga harus mempertimbangkan peran KPK sebagai lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi dan memulihkan kepercayaan masyarakat pada sistem pemerintahan. Dalam konteks yang penuh dengan skepsis terhadap lembaga publik, KPK memiliki tanggung jawab besar untuk menunjukkan bahwa ia bekerja dengan profesionalisme, objektivitas, dan keadilan. Pemanggilan figur publik seperti Aura Kasih dapat menjadi ujian bagi kemampuan KPK untuk menangani situasi yang sensitif dan mempertahankan integritas proses penyidikan. Jika lembaga dapat menunjukkan bahwa pemanggilan ini didasarkan pada bukti yang kuat dan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal, hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada KPK; sebaliknya, jika pemanggilan ini terasa seperti tindakan yang semata-mata didorong oleh spekulasi atau tekanan publik, hal ini akan merusak citra lembaga dan memperparah kepercayaan yang sudah rapuh.
Kita juga tidak boleh melupakan tentang konteks yang lebih luas dari korupsi di Indonesia, yang merupakan masalah yang telah ada selama bertahun-tahun dan membutuhkan upaya komprehensif untuk diatasi. Korupsi tidak hanya merusak perekonomian dan pelayanan publik, tetapi juga merusak nilai-nilai moral dan sosial masyarakat. Oleh karena itu, penegakan hukum anti korupsi yang tegas dan konsisten adalah langkah yang tak terhindarkan untuk memerangi masalah ini, namun juga harus diiringi dengan upaya untuk meningkatkan tata kelola negara, memperkuat sistem hukum, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya integritas dan akuntabilitas. Dalam konteks ini, kasus Bank BJB dan peluang pemanggilan Aura Kasih dapat dilihat sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk memberantas korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Selain itu, kita perlu mempertimbangkan peran media dan masyarakat dalam proses penegakan hukum anti korupsi. Media memiliki peran penting dalam memberitakan kasus korupsi dan memantau kerja lembaga penegak hukum, namun juga harus bertindak dengan tanggung jawab dan menghindari meliput kasus dengan cara yang semata-mata didorong oleh keinginan untuk menarik perhatian. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memberantas korupsi dengan menjadi saksi mata, melaporkan dugaan korupsi, dan mendukung upaya penegakan hukum. Namun, masyarakat juga harus menghindari membuat tuduhan yang tidak berdasar dan memberikan ruang kepada lembaga penegak hukum untuk bekerja secara independen dan objektif.
Sebagai kesimpulan, pernyataan KPK tentang peluang pemanggilan Aura Kasih dalam kasus dugaan korupsi Bank BJB adalah wacana yang kompleks dan menarik yang menimbulkan berbagai pertanyaan tentang penegakan hukum, dinamika publik, dan peran figur publik dalam masyarakat. Meskipun “semua terbuka kemungkinan” bagi KPK untuk memanggil siapa saja yang diduga terkait dengan kasus ini, lembaga harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil didasarkan pada bukti yang kuat dan sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang profesional. Pemanggilan figur publik seperti Aura Kasih dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah korupsi, namun juga dapat menjadi ujian bagi kemampuan KPK untuk mempertahankan integritas proses penyidikan. Hanya dengan cara ini lembaga dapat mencapai tujuan untuk memberantas korupsi dan memulihkan kepercayaan masyarakat pada sistem pemerintahan, serta membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera untuk masa depan.




