“DAPAT PAILIT KARENA UTANG UPAH TENAGA KERJA”

Loading

Oleh:
RICKY MZ, SH., CPL.
Advokat / Kurator:
Law Office R’A & Partners*

Maraknya beberapa minggu terakhir silih berganti para tenaga kerja/pekerja dari Koperasi Pemasaran Serba Usaha (KPSU) DHD Farm Indonesia menagih hak upah yang belum dibayarkan. Bervariasi ada yang 1 (satu) bulan sampai 2 (dua) bulan yang belum dibayar. Belum lagi para mitra utama dan binaan yang setiap hari menagih haknya ke sekretariat KPSU DHD di Jl. RH. Amaluddin Sako Palembang.

Hasil penelusuran pada website KPSU DHD Farm Indonesia di https://kpsudhdfarm.com/ didapati beberapa halaman kosong dan tidak dapat dibuka, misalnya pada beranda “Legalitas KPSU DHD Farm Indonesia”, yang hanya disajikan keterangan “KPSU DHD merupakan suatu badan usaha yang didirikan dan tunduk pada hukum RI yang berkedudukan di Palembang, mempunyai kemampuan untuk menyediakan layanan pengolahan penuh dalam pemasaran perikanan dan usaha lainnya, dengan paket kemitraan sebagai pengelola penuh terhadap modal usaha yang disertakan ……..dst……..”.

Pada bagian lain misalnya informasi tentang benefit sampai dengan sub mekanisme kemitraan yang juga tidak dapat dibuka, hanya informasi umum yang disajikan, malahan diarahkan ke jaringan/via watshaap untuk info lebih lanjut mengenai kemitraan KPSU DHD agar menghubungi An/Asep.

Nama DHD ternyata tidak asing di telinga masyarakat kota Palembang. Penelusuran pada link: https://www.bimorafandha.com/2021/01/daripada-php-mending-dhd-kuy.html didapati DHD suatu usaha berdiri sejak 27 Agustus 2018, yang mulanya hanya mengembangkan perikanan air tawar khusus ikan lele lewat DHD Farm. Seiring berjalannya waktu, unit-unit usaha lain ikut dibentuk, Pasar DHD, Cafe DeHaDe, HeDo, dan lain sebagainya.

Fokus mengenai pailit yang dapat terjadi karena utang upah tenaga kerja, maka studinya dapat dilihat dalam “Putusan Pengadilan Sby tingkat pertama Nomor: 14/Pailit/2008/PN.Niaga.SBY Tgl 20/11/2008, Kasasi Nomor: 917/K/Pdt.Sus/2008, dan Peninjauan Kembali Nomor: 080/PK/Pdt.Sus/2009 Antara PT. Arta Glory dengan Tenaga Kerjanya”. Permohonan dikabulkan dan PT. Arta Glory dinyatakan Pailit oleh Pengadilan, dan diputus tanpa terlebih dahulu melalui proses/mendapatkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pekerja dalam putusan tersebut menjadikan Pasal 28 Permenaker 33/2016 sebagai salah satu legal standing untuk mengajukan pailit tanpa terlebih dahulu mendapatkan putusan PHI sebelumnya.

Tenaga kerja dalam kepailitan maupun dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dianggap sebagai kreditor preferen, yaitu kreditor yang memiliki hak untuk di-dahulukan pemenuhan Piutang-nya berdasarkan perjanjian atau karena Undang-undang, sehingga dapat menjadi subjek kreditor untuk mengajukan permohonan pailit pada Pengadilan, atau dalam bahasa lain tenaga kerja dapat mempailitkan badan usaha/badan hukum pemberi kerjanya, karena pekerja berkedudukan sebagai kreditor preferen.

Dalam hal pekerja menjadi pihak pemohon kepailitan, pekerja akan menjadi subjek hukum secara individual. Hubungan kerja merupakan hasil dari perjanjian kerja. Pekerja bertindak atas namanya sendiri sebagai subjek individu, dan dalam hal pekerja yang telah tergabung pada suatu serikat, maka untuk melakukan sebuah tindakan hukum, serikat pekerjalah yang akan bertindak sebagai kuasa dari para pekerja tersebut.

Pemenuhan hak tenaga kerja dapat berupa gaji pokok yang belum dibayar dan telah jatuh waktu, tunjangan-tunjangan, hingga hak pesangon setelah terjadi pemutusan hubungan kerja/PHK. Agar dapat dibuktikan hal tersebut secara sederhana, maka dapat dipakai atau berdasarkan hasil penghitungan dari Pengawas Ketenagakerjaan (Baca: Permenaker 33/2016) dan agar tidak dianggap prematur. Hasil penghitungan oleh Pengawas Ketenagakerjaan itulah yang nantinya dapat dijadikan dasar pembuktian secara sederhana di Pengadilan terkait jumlah utang yang dimiliki. Selain itu, agar jalan kepailitan di Pengadilan menjadi mulus, maka pekerja harus juga nantinya membuktikan bahwa tidak terdapat sengketa atau konflik utang upah sebelumnya yang kemudian dijadikan sebagai objek permohonan pailit.

Jangankan pekerja yang sudah tidak lagi bekerja di tempatnya bekerja yang dapat menuntut hak-haknya, yang masih berstatus sebagai pekerja-pun dapat juga menuntut pemenuhan hak-haknya kepada tempatnya bekerja -apabila dikemudian hari badan usaha/badan hukum tempatnya bekerja itu dinyatakan pailit oleh pengadilan (Baca: UU 13/2003 Jo’ Putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 Tgl. 11/9/2014).

Permohonan Pailit oleh tenaga kerja salah satunya bertujuan agar debitor tidak berlaku curang atas aset/harta yang kemudian nantinya/peruntukkannya digunakan untuk membayar lunas utang-utangnya. Misalnya kecurangan dalam hal pengalihan aset/harta, atau dijadikan/sebagai jaminan utang baru pada pihak lain, dan lain sebagainya. Lebih-lebih dalam kondisi keuangan 3 (tiga) bulan terakhir yang diprediksi sudah dianggap tidak sehat, dengan fakta silih-bergantiannya para tenaga kerja yang telah menggunakan hak tagih utangnya.

Untuk diketahui dan sebagai catatan terakhir, bahwa syarat pengajuan pailit pada Pengadilan yaitu antara lain debitor harus memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor atau lebih, adanya utang yang belum dibayar lunas dan setidaknya ada 1 (satu) utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, hingga kemudian kesemuanya dapat dibuktikan secara sederhana (Baca: UU 37/2004).

Wallahualam

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kades dan BPD Kabupaten Muara Enim Antusias Ikuti Training Centre.

Ming Sep 26 , 2021
Palembang ( detiknews,tv) “Perubahan organisasi di level pusat disadari menciptakan pula konflik regulasi pada ranah implementasi sehingga terjadi disorientasi bagi pelaksana kegiatan dalam penentuan skala prioritas kebijakan (Kebijakan desa oleh Kemendagri dan Kementrian Desa dalam implementasi di lapangan sejauh ini menciptakan kebingungan di level Pemda dan Pemdes)”, demikian ketua  Puspimda […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI