Refleksi Diri Sebagai Pendekatan Intelektual dan Spiritual dalam

Loading

Opini: Daeng Supriyanto SH MH

Alumni santri pondok pesantren sufi

Di ambang kedatangan tahun baru 2026, kita ditantang untuk melepaskan kecenderungan duniawi yang menghargai hiburan semata sebagai tanda peringatan waktu yang berlalu, dan sebaliknya mendirikan refleksi diri sebagai landasan intelektual dan spiritual yang lebih mendalam dalam menyambut babak baru kehidupannya. Sebenarnya, tahun baru bukanlah sekadar titik pergeseran kalender yang dihiasi dengan kegembiraan semu, melainkan momen yang penuh dengan potensi transformatif – sebuah kesempatan bagi individu yang memiliki akal sehat untuk memeriksa jejak langkahnya di atas permukaan kehidupan fana, mengevaluasi kesesuaian tindakannya dengan nilai-nilai yang abadi, dan merencanakan langkah ke depan yang lebih terarah pada tujuan sejati kehidupannya. Dalam kerangka pemikiran yang kritis dan spiritual, menyambut tahun baru dengan refleksi adalah wujud dari kecemerlangan intelektual yang tidak hanya memahami realitas masa kini, tetapi juga mampu melihat hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam konteks yang lebih luas dan makrifatullah.

Seperti yang tercatat dalam Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka perhatikanlah kepadaku (dengan beribadah) dan perhatikanlah kepadaku (dengan melakukan amal shaleh). Yang lain, niscaya mereka akan melihat (akibat perbuatan mereka), tetapi niscaya mereka tidak akan melihat kepadaku” (QS. Al-Hasyr: 18). Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya memusatkan perhatian pada diri sendiri dan hubungan kita dengan Allah, bukan hanya terjebak dalam pandangan orang lain atau hiburan yang mengalir. Seorang yang memiliki kematangan intelektual akan memahami bahwa tahun baru adalah momen yang sempurna untuk mempraktikkan “perhatian kepada diri sendiri” yang dimaksudkan ayat ini – untuk meneliti pikiran, perasaan, dan tindakan yang telah dilakukan sepanjang tahun yang lalu, dan melihat seberapa jauh ia telah menjaga hubungan dengan Sang Pencipta. Hiburan yang tanpa refleksi hanyalah cara untuk melarikan diri dari realitas, tetapi refleksi diri adalah cara untuk menghadapi realitas dengan keberanian dan kebijaksanaan.

Selain itu, Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, semuanya berputar mengelilingi (pusat gerakan tertentu). Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan bertanya kepada-Nya pertolongan untuk mencapai kebahagiaan akhirat” (QS. Al-Anbiya’: 33). Di sinilah kita melihat hubungan antara perputaran waktu (yang ditandai dengan kedatangan tahun baru) dan kebutuhan akan refleksi diri. Seperti malam dan siang, tahun baru datang dan pergi dengan tetap, menjadi penanda bahwa waktu terus berjalan tanpa henti. Seorang yang cerdas akan menyadari bahwa perputaran waktu ini adalah tanda dari kekuasaan Allah dan kesempatan untuk bertobat dan berusaha lebih baik. Ia tidak akan menghabiskan waktu untuk hiburan yang sia-sia, melainkan akan menggunakan momen ini untuk berdoa kepada Allah, meminta pertolongan dalam mencapai kebahagiaan akhirat, dan mengevaluasi seberapa jauh ia telah mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Al-Quran.

Hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memperkuat pentingnya refleksi diri dalam menyambut perubahan waktu. Nabi bersabda: “Barangsiapa malamnya ada (tiba) dan dia masih hidup, dan hartanya masih ada, maka hendaklah dia menganggap dirinya seolah-olah dia mendapatkan kehidupannya kembali” (HR. At-Tirmidzi, hasan). Hadis ini menunjukkan bahwa setiap hari baru – termasuk hari awal tahun baru – adalah kesempatan untuk memulai kembali, untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, dan untuk membuat keputusan yang lebih baik di masa depan. Seorang yang memiliki kematangan intelektual akan memahami makna kedalaman hadis ini: bahwa kedatangan tahun baru 2026 bukanlah sekadar perayaan, melainkan kesempatan untuk “mendapatkan kehidupannya kembali” dengan cara yang lebih bermakna dan sesuai dengan ajaran Islam. Ia akan menggunakan momen ini untuk merefleksikan kesalahan yang telah dilakukan, bertobat kepada Allah, dan merencanakan langkah-langkah untuk mengubah diri menjadi orang yang lebih baik.

Dalam pemikiran intelektual yang lebih mendalam, refleksi diri dalam menyambut tahun baru juga merupakan bentuk dari “pemikiran kritis diri” yang dianjurkan oleh berbagai tradisi pemikiran, termasuk tradisi Islam. Pemikiran kritis diri tidaklah berarti mencela diri sendiri secara berlebihan, melainkan untuk melihat diri dengan objektif, mengenali kekuatan dan kelemahan, dan mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan diri. Seorang yang cerdas akan memahami bahwa hiburan yang tanpa refleksi hanya akan membuatnya terjebak dalam siklus yang sama, tanpa kemajuan apapun. Sebaliknya, refleksi diri akan memberinya wawasan yang lebih dalam tentang dirinya sendiri dan kehidupannya, sehingga ia dapat membuat perubahan yang berarti. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran: “Mereka yang beriman dan yang hatinya tunduk kepada zikrullah. Ingatlah, hanya dengan zikrullah hatinya menjadi tenang” (QS. Ar-Ra’d: 28). Refleksi diri yang dilengkapi dengan zikrullah akan memberikan ketenangan pada hati dan pikiran, sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh hiburan semata.

Refleksi diri dalam menyambut tahun baru 2026 juga akan membuat seseorang lebih menyadari tentang nilai-nilai yang sesungguhnya. Seorang yang cerdas akan mengevaluasi seberapa jauh ia telah mengutamakan nilai-nilai seperti kebenaran, keadilan, kasih sayang, dan kebaikan dalam kehidupannya sehari-hari. Ia akan melihat apakah ia telah memperlakukan orang lain dengan baik, apakah ia telah memenuhi kewajiban agama dan masyarakatnya, dan apakah ia telah menggunakan waktu dan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat. Seperti yang berfirman Allah: “Dan berikanlah hak kepada orang yang berhak, dan janganlah kamu menyekat (hak orang lain). Dan adakanlah keadilan ketika kamu memutuskan perkara, sesungguhnya keadilan itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al-An’am: 152). Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan dan memberikan hak kepada orang lain, dan refleksi diri akan membuat kita lebih tekun dalam melakukannya. Ia akan membuat kita menyadari bahwa hiburan yang diperoleh dengan menyalahi hak orang lain atau melanggar nilai-nilai agama hanyalah kebahagiaan yang sementara, dan tidak akan memberikan kepuasan yang sesungguhnya.

Selain itu, refleksi diri dalam menyambut tahun baru akan membuat seseorang lebih hemat waktu dan energi. Seorang yang cerdas akan menyadari bahwa waktu adalah harta yang berharga dan tidak dapat dipulihkan, dan bahwa tahun baru 2026 adalah kesempatan untuk menggunakan waktu dengan lebih baik. Ia tidak akan menghabiskan waktu untuk hiburan yang tidak bermanfaat, seperti mengobrol sembarangan, menonton acara yang tidak mendidik, atau mengejar hasrat yang sia-sia. Sebaliknya, ia akan menggunakan waktu untuk mempelajari Al-Quran, mengingat Allah, mengerjakan amal shaleh, dan mengembangkan keahlian yang bermanfaat untuk diri dan orang lain. Seperti yang dinyatakan dalam Hadis Nabi: “Tiga hal yang tidak akan terlupa oleh seorang hamba ketika dia mati: amal shaleh yang terus-menerus, anak yang sholeh yang berdoa untuknya, dan ilmu yang bermanfaat yang terus digunakan” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia ini akan terus memberikan manfaat bahkan setelah kita mati, dan seorang yang cerdas akan memanfaatkan tahun baru sebagai momen untuk memulai atau memperkuat hal-hal yang akan bertahan abadi.

Dalam konteks spiritual, refleksi diri dalam menyambut tahun baru 2026 juga merupakan bentuk dari tobat dan taubat nasuh. Tobat bukanlah sekadar mengaku kesalahan, melainkan untuk berhenti dari kesalahan dan berusaha lebih baik di masa depan. Seorang yang cerdas akan memahami bahwa tahun baru adalah momen yang sempurna untuk melakukan tobat, karena ia menyadari bahwa waktu terus berjalan dan kesempatan untuk bertobat tidak akan selalu ada. Ia akan berdoa kepada Allah meminta pengampunan untuk kesalahan yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Seperti yang berfirman Allah: “Maka balaslah doa hamba-Ku yang bertobat kepada-Ku dan beriman kepada-Ku, dan janganlah Engkau jadikan hatinya buntu sesudah Engkau beri petunjuk kepadanya, dan berikanlah kepadanya rahmat dari Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Rahmat” (QS. Al-Imran: 155). Ayat ini memberikan harapan bagi mereka yang bertobat, dan refleksi diri akan membuat kita lebih berani untuk menghadapi kesalahan masa lalu dan meminta pengampunan dari Allah.

Kesimpulannya, menyambut tahun baru 2026 dengan refleksi diri bukanlah hanya pilihan yang bijak, tetapi juga wujud dari kecemerlangan intelektual dan spiritual yang sesungguhnya. Refleksi diri memungkinkan kita untuk memeriksa jejak langkah kita, mengevaluasi kesesuaian tindakan kita dengan nilai-nilai abadi, dan merencanakan langkah ke depan yang lebih terarah pada tujuan sejati kehidupannya. Al-Quran dan Hadis telah memberikan banyak petunjuk tentang pentingnya refleksi diri dan tobat, dan seorang yang cerdas akan menerima petunjuk-petunjuk ini dengan hati yang terbuka dan mengaplikasikannya dalam menyambut tahun baru. Dengan demikian, ia akan mampu mencapai kemajuan spiritual dan intelektual, mendapatkan ketenangan hati, dan menciptakan kehidupannya yang lebih bermakna dan berharga – sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh hiburan semata yang tanpa tujuan.

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Media Digital Sebagai Alat Intelektual dan Spiritual dalam Dakwah Kontemporer

Ming Des 28 , 2025
Opini: Daeng Supriyanto SH MH Alumi pondok pesantren sufi Di era kemajuan teknologi yang tak terhenti, kita ditantang untuk memahami potensi media digital bukan hanya sebagai sarana hiburan atau komunikasi semata, melainkan sebagai alat intelektual dan spiritual yang kuat dalam melaksanakan dakwah – tugas yang menjadi amanah bagi setiap umat […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI