Tangis di Semarang: Eks Pejabat Bank Bantah Semua Dakwaan Korupsi Kredit Sritex Rp 671 M

Loading

Opini Daeng Supriyanto SH MH CMS.P

Pengacara/ Praktisi hukum

Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Semarang yang dipenuhi nuansa emosional dan kebenaran yang diperdebatkan, muncul wacana yang menggabungkan dimensi risiko bisnis, tanggung jawab institusional, dan integritas peran pejabat keuangan. Pada sidang perdananya, terdakwa kasus dugaan korupsi kredit PT Sritex dari bank pelat merah, inisial DS – mantan Kepala Divisi Korporasi dan Komersial – membantah seluruh dakwaan yang menuduhnya merugikan negara sebesar Rp 671 miliar, bahkan sempat menangis saat menyampaikan nota keberatan. Pernyataan ini bukan sekadar penolakan terhadap tuduhan, melainkan merupakan wujud dari perdebatan mendasar antara apa yang dianggap “risiko bisnis yang wajar” dan “pelanggaran hukum yang disengaja” – sebuah kontras yang menimbulkan tatanan pemikiran tentang bagaimana sistem hukum menilai tanggung jawab pejabat dalam pemberian kredit skala besar, serta batasan antara otoritas individu dan mekanisme kolektif dalam lembaga keuangan.

Pertama-tama, kita harus memahami bahwa argumen DS yang menyatakan proses pemberian kredit sebagai “mekanisme kolektif yang melibatkan banyak unit kerja” adalah titik sentral dalam pembelaannya. Dalam teori tata kelola lembaga keuangan, pemberian kredit harus melalui tahapan verifikasi yang terstruktur, melibatkan tim lintas divisi – mulai dari analisis keuangan, penilaian risiko, hingga putusan komite kredit – untuk meminimalkan kesalahan dan pelanggaran. Ketika DS menegaskan bahwa ia “tidak memiliki kewenangan tunggal” dan bahwa “siapapun yang duduk di jabatan tersebut akan menandatangani dokumen yang sama”, ia mengajukan pertanyaan tentang bagaimana tanggung jawab dapat ditetapkan pada satu individu dalam sistem yang dirancang untuk beroperasi secara kolaboratif. Ini adalah masalah yang kompleks dalam penegakan hukum korupsi di sektor keuangan, di mana batasan antara tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab institusional seringkali tidak jelas.

Selanjutnya, tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa – termasuk Mantan Direktur Utama YR dan Mantan Senior Executive Vice President BR – telah “merugikan keuangan negara sebesar Rp 671 miliar” harus dilihat dalam konteks definisi “kerugian negara” dalam hukum korupsi Indonesia. DS yang membantah kerugian dengan menyebutkan bahwa “pemerintah daerah sebagai pemegang saham masih menerima dividen setiap tahun” mengajukan perspektif yang berbeda: apakah kerugian harus dilihat sebagai kerugian aktual yang telah terjadi, atau sebagai potensi kerugian yang dihasilkan dari keputusan yang tidak sesuai aturan? Dalam teori ekonomi keuangan, pemberian kredit selalu melibatkan risiko – termasuk risiko gagal bayar – yang merupakan bagian dari operasi bisnis bank. Namun, hukum korupsi membedakan antara risiko yang diambil secara wajar dengan mempertimbangkan aturan dan prosedur, dan risiko yang dihasilkan dari pelanggaran hukum seperti rekayasa laporan atau perintah yang tidak sesuai prosedur. Perdebatan ini menjadi lebih mendalam ketika DS menepis tuduhan mengetahui “rekayasa laporan keuangan Sritex” dengan menyatakan bahwa semua memorandum analisa kredit (MAK) disusun bersama dan informasi disampaikan apa adanya.

Tegasan DS yang menangis saat mengungkap rekam jejaknya sebagai “pemegang best employee bank tiga kali berturut-turut” dan mengaku “mendedikasikan seluruh prestasinya untuk bank” menambahkan lapisan emosional dan sosial pada kasus ini. Ini menunjukkan bahwa di balik tuduhan hukum yang kaku, terdapat individu dengan karier dan reputasi yang telah dibangun selama bertahun-tahun – yang menurutnya telah hancur akibat perkara ini. Dalam konteks sosiologi profesi, pejabat keuangan seringkali terikat oleh norma-norma integritas dan prestasi, dan tuduhan korupsi dapat memiliki dampak yang merusak bukan hanya pada diri mereka sendiri, tetapi juga pada keluarga dan komunitas mereka. Ketika DS menyatakan bahwa “orang-orang yang tidak bisa menjaga integritas justru ada di luar menikmati kebebasan”, ia mengungkapkan perasaan ketidakadilan yang seringkali dirasakan oleh terdakwa yang percaya pada kebenaran diri mereka, serta kekhawatiran tentang kesetaraan dalam penegakan hukum.

Di sisi lain, kita juga harus mempertimbangkan argumen jaksa yang menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa melibatkan “perintah dari YR kepada DS untuk memproses kredit suplesi Sritex setelah pertemuan dengan Allan Moran Severino” – mantan Direktur Keuangan Sritex. Ini menunjukkan bahwa meskipun proses kredit dirancang sebagai mekanisme kolektif, terdapat potensi pengaruh atau instruksi yang datang dari tingkat yang lebih tinggi yang dapat memengaruhi keputusan. Dalam teori organisasi, struktur hierarkis lembaga keuangan dapat menciptakan tekanan pada pejabat tingkat menengah untuk memenuhi harapan atasan, bahkan ketika itu melanggar prosedur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pertanyaan yang muncul adalah: seberapa jauh kewenangan pejabat tingkat menengah seperti DS untuk menolak perintah yang tidak sesuai aturan? Dan bagaimana sistem hukum harus menilai tanggung jawab mereka ketika mereka bertindak berdasarkan instruksi dari atasan?

Selain itu, konteks kasus ini yang melibatkan Bank BJB – sebuah bank pembangunan daerah – dan kredit skala besar kepada PT Sritex menunjukkan bahwa masalah korupsi di sektor keuangan tidak hanya terbatas pada bank swasta, tetapi juga melibatkan lembaga keuangan yang dimiliki oleh pemerintah. Hal ini menegaskan bahwa tanggung jawab untuk melindungi aset publik adalah tanggung jawab yang meliputi semua lembaga, tanpa memandang kepemilikan. Kerugian yang dituduhkan sebesar Rp 671 miliar juga menunjukkan skala yang signifikan dari potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh pelanggaran dalam pemberian kredit, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan daerah dan perekonomian secara keseluruhan.

Kita juga tidak boleh melupakan tentang implikasi dari kasus ini terhadap kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan dan sistem hukum. Bank sebagai lembaga yang bertugas mengelola dana masyarakat dan kredit harus memiliki integritas yang tinggi untuk memelihara kepercayaan. Ketika pejabat bank terlibat dalam tuduhan korupsi, ini dapat merusak kepercayaan masyarakat pada keseluruhan sistem keuangan. Di sisi lain, proses peradilan yang transparan dan adil – yang mempertimbangkan baik argumen jaksa maupun pembelaan terdakwa – adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan tersebut. Sidang perdananya yang menyaksikan emosi DS yang terluar menunjukkan bahwa proses ini tidak hanya tentang hukum, tetapi juga tentang keberadaan manusia yang terlibat.

Sebagai kesimpulan, kasus dugaan korupsi kredit Sritex yang melibatkan DS dan dua pejabat bank lainnya di Semarang adalah contoh dari perdebatan mendasar antara risiko bisnis, tanggung jawab institusional, dan integritas individu. Narasi yang terjalin antara argumen mekanisme kolektif, tuduhan perintah dari atasan, emosi pribadi, dan definisi kerugian negara menunjukkan kompleksitas yang luar biasa dari kasus ini. Meskipun DS membantah seluruh dakwaan dan mengaku tidak bersalah, proses peradilan yang akan datang akan menentukan apakah perbuatan para terdakwa merupakan pelanggaran hukum yang disengaja atau risiko bisnis yang wajar. Hanya melalui proses yang adil, transparan, dan berbasis bukti yang kuat yang sistem hukum dapat memberikan keputusan yang layak, serta memulihkan kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan dan penegakan hukum.

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

"Ngiri-ngeri Sedap di Kemendikbudristek: Kuasa Jurist Tan yang Dilampaui, dan Jejak Buron di Kasus Chromebook"

Kam Des 25 , 2025
Opini Daeng Supriyanto SH MH CMS.P Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Perhimpunan Profesi Pengacara Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipenuhi nuansa keheranan dan pertanyaan tentang struktur kekuasaan, muncul wacana yang menggabungkan dimensi otoritas eksekutif, peran staf khusus, dan implikasi pada penegakan hukum korupsi. Pada sidang […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI