![]()

Opini Naratif: Daeng Supri Yanto SH MH
Advokat
Pemberian pembebasan kepada terdakwa korupsi oleh presiden melalui instrumen amnesti, abolisi, dan rehabilitasi memunculkan sebuah paradoks yang mendasar dalam sistem hukum dan pemberantasan korupsi. Di satu sisi, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memberantas korupsi secara sistematis dan berkelanjutan. Di sisi lain, presiden sebagai kepala negara memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengampunan kepada individu-individu tertentu, termasuk mereka yang terjerat kasus korupsi. Kajian mengenai dampak pemberantasan korupsi terhadap pemberian pembebasan ini menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Amnesti, abolisi, dan rehabilitasi merupakan tiga instrumen hukum yang berbeda, namun memiliki kesamaan tujuan, yaitu memberikan pembebasan atau pemulihan hak kepada individu yang telah melakukan tindak pidana. Amnesti merupakan pengampunan yang diberikan kepada sekelompok orang yang melakukan tindak pidana tertentu, biasanya terkait dengan politik. Abolisi adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang yang sedang menjalani proses peradilan. Sementara rehabilitasi adalah pemulihan nama baik seseorang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi kepada terdakwa korupsi dapat menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Dampak positifnya antara lain:
1. Rekonsiliasi Nasional: Dalam kasus-kasus tertentu, pemberian amnesti atau abolisi dapat menjadi bagian dari upaya rekonsiliasi nasional, terutama jika kasus korupsi tersebut memiliki dimensi politik yang kuat.
2. Efisiensi Peradilan: Pemberian abolisi dapat menghemat biaya dan sumber daya peradilan yang seharusnya digunakan untuk menangani kasus-kasus lain yang lebih mendesak.
3. Pemulihan Hak Asasi Manusia: Pemberian rehabilitasi dapat memulihkan nama baik dan hak-hak individu yang telah dirugikan akibat proses hukum yang tidak adil atau diskriminatif.
Namun, pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi kepada terdakwa korupsi juga dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan, antara lain:
1. Melemahkan Pemberantasan Korupsi: Pemberian pengampunan kepada pelaku korupsi dapat mengirimkan pesan yang salah kepada masyarakat, yaitu bahwa korupsi dapat ditoleransi atau bahkan diampuni. Hal ini dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
2. Menciptakan Impunitas: Pemberian amnesti dan abolisi dapat menciptakan impunitas bagi pelaku korupsi, yaitu kekebalan terhadap hukum. Hal ini dapat mendorong terjadinya praktik korupsi yang lebih luas dan sistematis.
3. Melanggar Prinsip Keadilan: Pemberian pengampunan kepada pelaku korupsi dapat melanggar prinsip keadilan, karena pelaku tidak mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Hal ini dapat menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat dan merusak tatanan sosial.
Oleh karena itu, pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi kepada terdakwa korupsi harus dilakukan secara hati-hati dan selektif, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, antara lain:
1. Kepentingan Nasional: Pemberian pengampunan harus didasarkan pada kepentingan nasional yang lebih besar, seperti rekonsiliasi nasional atau stabilitas politik.
2. Keadilan: Pemberian pengampunan tidak boleh melanggar prinsip keadilan dan harus mempertimbangkan hak-hak korban korupsi.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pemberian pengampunan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasi publik dan pengawasan dari lembaga-lembaga independen.
4. Konsistensi dengan Konstitusi dan Hukum Internasional: Pemberian pengampunan harus sesuai dengan ketentuan konstitusi dan hukum internasional, terutama yang terkait dengan pemberantasan korupsi dan hak asasi manusia.
Secara keseluruhan, pemberian pembebasan kepada terdakwa korupsi oleh presiden melalui amnesti, abolisi, dan rehabilitasi merupakan isu yang kompleks dan kontroversial. Keputusan untuk memberikan pengampunan harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif, dengan memperhatikan dampak positif dan negatifnya terhadap pemberantasan korupsi, keadilan, dan kepentingan nasional. Diperlukan kajian mendalam dan partisipasi publik yang luas untuk memastikan bahwa pemberian pengampunan tidak justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan merusak tatanan hukum yang berlaku.




