![]()

Opini oleh Daeng Supri Yanto SH MH
“Prediksi Elon Musk mengenai masa depan dunia kerja yang sepenuhnya diotomatisasi oleh robot dan kecerdasan buatan (AI) dalam satu atau dua dekade mendatang, meskipun tampak utopis, memerlukan telaah kritis yang mendalam. Pernyataan ini, yang dilontarkan dalam forum investasi bergengsi, bukan sekadar spekulasi futuristik, melainkan sebuah proyeksi yang menantang fondasi sosio-ekonomi yang selama ini kita anut.
Musk, sebagai seorang inovator yang telah merevolusi industri otomotif dan penjelajahan luar angkasa, memiliki rekam jejak yang terbukti dalam mewujudkan visi-visi disruptif. Namun, dalam konteks otomatisasi total, kita perlu mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari sekadar efisiensi produksi dan peningkatan produktivitas.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apa yang akan terjadi dengan jutaan, bahkan miliaran, manusia yang kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi? Apakah kita siap untuk menghadapi konsekuensi sosial dari pengangguran massal, ketimpangan ekonomi yang semakin parah, dan potensi gejolak sosial?
Beberapa kalangan berpendapat bahwa otomatisasi akan membuka peluang baru dalam bidang-bidang kreatif dan inovatif yang tidak dapat digantikan oleh mesin. Namun, transisi menuju ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi memerlukan investasi besar dalam pendidikan, pelatihan, dan pengembangan keterampilan. Selain itu, tidak semua orang memiliki bakat atau minat dalam bidang-bidang tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan solusi yang komprehensif dan multidimensional untuk mengatasi tantangan otomatisasi. Salah satu opsi yang sering diajukan adalah penerapan pendapatan dasar universal (UBI), di mana setiap warga negara menerima sejumlah uang tunai secara reguler tanpa syarat. UBI dapat memberikan jaring pengaman sosial bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, serta mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, UBI juga memiliki potensi dampak negatif, seperti inflasi, penurunan motivasi kerja, dan ketergantungan pada pemerintah. Oleh karena itu, implementasi UBI harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan politik yang spesifik.
Selain UBI, diperlukan pula reformasi struktural dalam sistem pendidikan, perpajakan, dan regulasi tenaga kerja. Sistem pendidikan harus dirancang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja masa depan, seperti keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, kreativitas, dan kolaborasi. Sistem perpajakan harus direformasi untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan mendanai program-program sosial. Regulasi tenaga kerja harus disesuaikan untuk melindungi hak-hak pekerja di era otomatisasi.
Prediksi Musk tentang masa depan tanpa kerja adalah sebuah peringatan sekaligus peluang. Jika kita mampu mengelola transisi menuju otomatisasi dengan bijak dan bertanggung jawab, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih makmur, adil, dan berkelanjutan. Namun, jika kita gagal, kita berisiko menciptakan masyarakat yang terpecah belah, tidak stabil, dan penuh dengan konflik.”




