Analisis: Mewujudkan Efek Jera bagi Pemerintah dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Sesuai dengan UUD 1945

Loading

Oleh Daeng Supri Yanto SH MH

Pengacara/ Advokat

Seringkali, dalam proses pembentukan undang-undang, pemerintah terkesan mengabaikan prinsip-prinsip yang termaktub dalam UUD 1945. Hal ini mengakibatkan undang-undang tersebut rentan terhadap gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan berujung pada pembatalan. Kondisi ini mencerminkan kurangnya internalisasi nilai-nilai konstitusi dalam proses legislasi serta lemahnya mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap kesesuaian rancangan undang-undang (RUU) dengan UUD 1945.

II. Akar Permasalahan

1. Kurangnya Pemahaman Konstitusi: Anggota legislatif dan pihak eksekutif yang terlibat dalam penyusunan RUU mungkin kurang memiliki pemahaman yang mendalam mengenai UUD 1945, terutama dalam hal penafsiran dan implementasi prinsip-prinsip konstitusi dalam konteks isu-isu kontemporer.
2. Dominasi Kepentingan Politik: Proses legislasi seringkali didominasi oleh kepentingan politik jangka pendek, sehingga mengesampingkan pertimbangan konstitusionalitas yang bersifat jangka panjang.
3. Lemahnya Partisipasi Publik: Partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU masih terbatas, sehingga aspirasi dan kepentingan masyarakat yang selaras dengan UUD 1945 kurang terakomodasi.
4. Tidak Efektifnya Mekanisme Pengawasan: Mekanisme pengawasan internal di DPR dan pemerintah terhadap kesesuaian RUU dengan UUD 1945 belum berjalan efektif.

III. Solusi dan Rekomendasi

Untuk menciptakan efek jera bagi pemerintah agar tidak mengabaikan UUD 1945 dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan langkah-langkah komprehensif sebagai berikut:

1. Peningkatan Kapasitas Konstitusional:
– Pelatihan Intensif: Mengadakan pelatihan intensif mengenai UUD 1945 bagi anggota legislatif, staf ahli, dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam proses penyusunan RUU. Pelatihan ini harus mencakup sejarah konstitusi, prinsip-prinsip dasar, penafsiran konstitusi, dan studi kasus putusan MK.

– Kurikulum Pendidikan Konstitusi: Mengintegrasikan pendidikan konstitusi ke dalam kurikulum pendidikan formal dan non-formal, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

2. Penguatan Mekanisme Pengawasan Konstitusional:
– Pembentukan Badan Independen: Membentuk badan independen yang bertugas melakukan kajian dan evaluasi terhadap kesesuaian RUU dengan UUD 1945 sebelum disahkan menjadi undang-undang. Badan ini harus terdiri dari ahli hukum tata negara, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil yang memiliki integritas dan kompetensi yang tinggi.

– Optimalisasi Peran Alat Kelengkapan DPR: Mengoptimalkan peran alat kelengkapan DPR, seperti Badan Legislasi (Baleg) dan komisi-komisi terkait, dalam melakukan pengawasan terhadap kesesuaian RUU dengan UUD 1945.

3. Peningkatan Partisipasi Publik:
– Konsultasi Publik yang Inklusif: Melaksanakan konsultasi publik yang inklusif dan partisipatif dalam setiap tahapan penyusunan RUU. Memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan pandangan terhadap RUU yang sedang dibahas.

– Pemanfaatan Teknologi Informasi: Memanfaatkan teknologi informasi untuk mempermudah akses publik terhadap informasi mengenai RUU dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan secara online.

4. Sanksi dan Konsekuensi:
– Evaluasi Kinerja: Melakukan evaluasi kinerja terhadap anggota legislatif dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam penyusunan undang-undang yang kemudian dibatalkan oleh MK karena bertentangan dengan UUD 1945.

– Kode Etik: Memperkuat kode etik anggota legislatif dan pejabat pemerintah dengan memasukkan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjunjung tinggi UUD 1945 dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.

IV. Kesimpulan

Mencegah pemerintah mengabaikan UUD 1945 dalam pembentukan peraturan perundang-undangan memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Dengan meningkatkan kapasitas konstitusional, memperkuat mekanisme pengawasan, meningkatkan partisipasi publik, dan menerapkan sanksi yang tegas, diharapkan tercipta efek jera yang efektif bagi pemerintah untuk selalu mengedepankan prinsip-prinsip konstitusi dalam setiap proses legislasi. Hal ini akan menghasilkan undang-undang yang berkualitas, berkeadilan, dan sesuai dengan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.

Daeng Supriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Krisis Konstitusionalisme dan Impunitas Kekuasaan: Refleksi atas Disregulasi Putusan Mahkamah Konstitusi

Rab Nov 19 , 2025
Opini: Daeng Supri Yanto SH MH Advokat Artikel yang dipublikasikan oleh Kompas.com pada 17 November 2025, berjudul “Ketika Palu MK Tak Kuasa Melawan Pedang Eksekutif dan Legislatif,” merupakan sebuah diagnosis yang mengkhawatirkan mengenai kondisi konstitusionalisme di Indonesia. Judul tersebut secara metaforis menggambarkan realitas yang pahit, di mana putusan Mahkamah Konstitusi […]

Kategori Berita

BOX REDAKSI