![]()

Opini: Daeng Supri Yanto SH MH CMS.P
Penolakan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kota Palembang terhadap integrasi relawan Projo ke dalam struktur partai memunculkan sebuah paradoks politik yang menarik untuk dianalisis. Di satu sisi, kita memahami bahwa soliditas dan mekanisme internal partai adalah fondasi utama dalam menjaga stabilitas organisasi. Namun, di sisi lain, kita tidak bisa mengabaikan dinamika aspirasi akar rumput dan potensi sinergi yang bisa dihasilkan dari kolaborasi dengan elemen-elemen eksternal seperti Projo.
Keputusan spontan Ketua Umum Projo untuk menyatakan kesiapan bergabung dengan Gerindra di hadapan Ketua Dewan Pembina, Prabowo Subianto, memang menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan mekanisme yang seharusnya ditempuh dalam proses integrasi sebuah organisasi relawan ke dalam partai politik. Namun, kita juga perlu melihat konteks yang lebih luas. Projo, sebagai organisasi relawan yang memiliki basis massa yang signifikan, tentu memiliki pertimbangan strategis dalam memilih Gerindra sebagai wadah perjuangan politiknya.
Penolakan DPC Gerindra Palembang, dengan alasan menjaga soliditas dan mekanisme internal partai, adalah sebuah sikap yang wajar dan dapat dimengerti. Namun, perlu diingat bahwa politik adalah seni kemungkinan. Dalam konteks persaingan politik yang semakin ketat, Gerindra tidak bisa menutup diri dari potensi dukungan dan energi baru yang bisa disumbangkan oleh Projo.
Lebih dari sekadar kepentingan pragmatis, integrasi Projo ke Gerindra juga bisa dilihat sebagai upaya untuk memperluas basis dukungan partai dan merangkul elemen-elemen masyarakat yang selama ini mungkin belum tersentuh oleh Gerindra. Dengan catatan, integrasi ini harus dilakukan secara terukur dan terencana, dengan mempertimbangkan aspirasi dan kepentingan seluruh elemen partai.
Narasi “bergerak di garis rakyat” yang diusung oleh Projo adalah sebuah modal politik yang berharga. Gerindra, sebagai partai yang mengklaim diri sebagai pembela kepentingan rakyat, seharusnya membuka diri terhadap kolaborasi dengan elemen-elemen masyarakat yang memiliki visi dan misi yang sejalan. Namun, kolaborasi ini harus dilakukan dengan tetap menghormati mekanisme internal partai dan menjaga soliditas organisasi.
Pada akhirnya, keputusan mengenai integrasi Projo ke Gerindra Palembang adalah sebuah pilihan strategis yang harus diambil dengan bijak. Keputusan ini harus mempertimbangkan kepentingan jangka pendek dan jangka panjang partai, serta aspirasi seluruh elemen yang terlibat. Jangan sampai, penolakan terhadap Projo justru menjadi bumerang bagi Gerindra, dan menjauhkan partai dari akar rumput yang selama ini menjadi basis dukungan utamanya.
Kita perlu mengIngat sejarah Projo sudah 3 Kali mendukung Calon Presiden Jokowi. 2.Priode. 1.Kali Prabowo. Hal ini projo tidak bisa di pandang sebelah mata. Relawan pendukung Prabowo pertama sekali tahun.2024 Projo deklarasi di Rumah Pak Prabowo di Kartanegara.




